Catat Rekor Tertinggi, Laba Adaro Energy Naik 167% jadi Rp 37,8 T
Emiten pertambangan batu bara, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk US$ 2,49 miliar sepanjang periode tahun 2022 atau setara Rp 37,84 triliun dengan asumsi kurs rata-rata Rp 15.200 per dolar AS.
Perolehan laba bersih tersebut melesat 167% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya senilai US$ 933,49 juta atau sekitar Rp 14,18 triliun. Sejalan dengan kenaikan laba bersih, nilai laba per saham dasar Adaro Energy juga naik menjadi US$ 0,080 per saham dari tahun sebelumnya US$ 0,029 per saham.
Sepanjang tahun 2022, perusahaan tercatat membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 8,10 miliar atau sekitar Rp 123,13 triliun naik 103% dari periode sama tahun 2021 yang sebesar US$ 3,99 miliar atau Rp 60,64 triliun.
Secara rinci, penjulan tersebut dikontribusi dari penjualan batu bara untuk pasar ekspor US$ 6,94 miliar, melesat dari tahun sebelumnya US$ 3,12 miliar. Penjualan domestik juga naik menjadi US$ 876 juta dari sebelumnya US$679,03 juta.
Segmen jasa pertambangan tercatat memberi andil senilai US$ 118,75 juta dibanding tahun sebelumnya US$ 91,53 jta. Sisanya merupakan penjualan batu bara kepada pihak berelasi US$ 112,76 juta.
CEO Adaro Energy Indonesia, Garibaldi Thohir mengungkapkan, perusahaan mencatatkan rekor kinerja tertinggi. Pendapatan naik lebih dua kali lipat menjadi $8,1 miliar berkat operasi yangbaik dan efisien, serta dukungan dari kenaikan harga jual untuk produk-produk perusahaan.
Hal ini, kata Boy Thohir, tercermin pada operasional EBITDA $5,0 miliar dan laba inti $3,0 miliar, yang masing-masing mencatat kenaikan 139% dan 140% secara tahunan.
"Profitabilitas yang tinggi ini akan mendukung kami dalam mempercepat proyek-proyek transformasi dan membangun Adaro yang lebih besar dan lebih ramah lingkungan," kata Boy Thohir, dalam keterangan pers, Jumat (3/3).
Sepanjang tahun lalu, ADRO mencatat produksi batu bara 62,88 juta ton dan melampaui panduan 2022 yang ditetapkan pada 58-60 juta ton.
Sejalan dengan kenaikan pendapatan, beban pokok pendapatan emiten bersandi ADRO ini juga naik 55% secara tahunan menjadi US 3,44 miliar dari tahun sebelumnya US$ 2,22 miliar.
Kenaikan itu terutama karena kenaikan pembayaran royalti yang disebabkan oleh kenaikan ASP serta volume produksi. Sedangkan, beban usaha naik 2 kali lipat menjadi US$ 375 juta dari sebelumnya US$ 185 juta di tahun 2021.
Dengan kinerja tersebut, sampai akhir Desember 2022, total aset Adaro juga naik 42% menjadi US$ 10,78 miliar dari periode yang sama di tahun 2021 yang sebesar US$ 7,58 miliar.
Total liabilitas tercatat naik 36% menjadi US$ 4,25 miliar dari sebelumnya US$ 3,12 miliar. Sedangkan, ekuitas perusahaan juga naik 46% menjadi US$ 6,52 miliar dari sebelumnya US$ 4,45 miliar.