Erick Thohir Usul Tambahan PMN INKA Rp 3 Triliun untuk Kurangi Impor
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengusulkan penambahan pendanaan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3 triliun untuk PT Industri Kereta Api atau INKA. Menteri BUMN, Erick Thohir menjelaskan, penambahan PMN tersebut akan digunakan INKA untuk mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan gerbong kereta pada 2024 mendatang.
Erick juga mengatakan, penambahan tersebut untuk meminimalisir kebutuhan impor. “Di INKA sendiri setelah saya periksa memang untuk mengikuti supply untuk kebutuhan kereta api, kemarin salah satunya yaitu melakukan impor tetapi harus diiringi dengan produksi sendiri,” kata Erick, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Senin (5/6) di Kompleks Parlemen, Senayan.
INKA dinilai memiliki kualitas rangkaian kereta listrik (KRL) yang baik. Bahkan, INKA sudah bekerja sama dengan perusahaan asal Swiss, Stadler untuk memasok kebutuhan gerbong kereta api di Asia Tenggara.
“Ini yang tentu juga harus kita dorong sehingga penyehatan dari INKA membutuhkan penambahan Rp 3 triliun sehingga terjadi ekuilibrium antara produksi gerbong dan juga peningkatan-peningkatan daripada jumlah kereta api sendiri,” ujar Erick.
Kemudian, Erick menegaskan kembali untuk kebijakan impor kereta api, akan tetap dilakukan namun seminimal mungkin. Yakni, untuk menutupi kebutuhan gerbong kereta api hingga akhir 2023.
“Kalaupun ada impor seminimal mungkin yang kita minta, karena itu hanya menutupi gap daripada kebutuhan beberapa tentu 6-7 bulan ke depan,” ucap Ketua Umum PSSI tersebut.
Sebagai informasi, Kementerian BUMN juga mengusullkan dana PMN untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp 10 triliun untuk pencapaian target rasio elektrifikasi, dana Rp 10 triliun untuk pendanaan masa operasi Hutama Karya, Rp 4 triliun untuk pembelian 3 kapal penumpang rute perintis untuk Pelayaran Nasional Indonesia.
Sementara itu, BUMN juga mengusulkan dana Rp 3 triliun untuk Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) untuk peningkatan kapasitas dan kualitas produksi, Rp 2 triliun untuk Rekayasa Industri, dan Rp 1,9 triliun untuk Rajawali Nusantara Indonesia atau ID Food.