BEI Ungkap Dampak Danantara ke Pasar Saham Indonesia, Apa Peluang dan Tantangan?


Bursa Efek Indonesia (BEI) merespons peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (24/2). Setelah diluncurkan badan investasi tersebut akan mengelola sekitar US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.616 triliun aset dalam pengelolaan (AUM).
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyambut baik peluncuran Danantara. Menurutnya, kehadiran lembaga pengelola investasi tersebut akan membawa dampak positif dan menyegarkan pasar modal Indonesia.
“Kalau kita lihat orang-orangnya (para pemimpin Danantara) itu capable. Mereka bisa jadi panutan pasar,” kata Iman saat ditemui di Gedung BEI Jakarta pada Senin (24/2).
Dalam struktur baru Danantara, Rosan Perkasa Roeslani ditunjuk sebagai Kepala Danantara menggantikan Muliaman Hadad. Rosan merangkap jabatan sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM. Sementara Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria ditunjuk sebagai Chief Operating Officer (COO), dan Pandu Sjahrir menjadi Chief Investment Officer (CIO).
Iman berpandangan apabila emiten yang dikelola Danantara menunjukkan kinerja baik, hal ini dapat mendorong pergerakan IHSG dan meningkatkan kapitalisasi pasar. Selain itu, aksi korporasi atau penggalangan dana yang dilakukan emiten-emiten tersebut diharapkan dapat menghidupkan pasar, terutama jika operasional emiten itu berjalan dengan baik.
Menurut Iman, hal yang paling penting adalah kapitalisasi pasar bursa akan meningkat dan aktivitas fundraising yang dilakukan akan memberikan dorongan positif bagi pasar modal.
Adapun kini Danantara mengelola tujuh emiten BUMN jumbo, yakni PT Pertamina, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Mineral Industri Indonesia (Mind ID). Adapun MIND ID beranggotakan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Freeport Indonesia, PT Indonesia Asahan Aluminium, PT Timah Tbk (TINS), PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Danantara juga akan mengelola aset perbankan BUMN raksasa PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Lalu emiten telekomunikasi PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM).
Perihal rencana meluncurkan instrumen investasi baru seiring dengan peluncuran Danantara ini, Iman menilai akan terus mengikuti perkembangan dan tetap adaptif dalam menghadirkan banyak pilihan produk investasi di pasar modal. “Bursa itu kan selalu adaptif. Nanti kami dan OJK akan melihat kira-kira instrumen apa yang cocok,” ujar Iman.
Danantara Dinilai Minim Pengawasan
Sejumlah ekonom menilai perlu ada langkah mitigasi agar Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara yang bakal diluncurkan bisa berjalan optimal.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai Danantara akan memiliki kekuasaan usai resmi diluncurkan Prabowo. Meski begitu ia menyoroti potensi pengawasan yang dinilai akan minim. Hidayat mengatakan Danantara dibentuk sebagai lembaga yang berada langsung di bawah presiden.
“Ini menandakan adanya kekuasaan kelembagaan yang sangat besar, namun dengan pengawasan yang minim,” kata Hidayat, Senin (24/2).
Ia menjelaskan, dalam aturan kelembagaan yang ada Danantara tidak tunduk pada mekanisme akuntabilitas yang sama seperti badan usaha milik negara alias BUMN pada umumnya. Bahkan, dalam Undang-undang yang mengatur badan ini disebutkan bahwa kerugian yang dialami Danantara tidak akan dianggap sebagai kerugian negara.
“Implikasi dari aturan ini cukup serius. Tanpa sistem check and balances yang memadai, ada kemungkinan besar penyalahgunaan wewenang,” ujar Hidayat.
Untuk itu, ia mengatakan hal tersebut juga membuka peluang bagi Danantara untuk dijadikan alat kepentingan politik atau ekonomi tertentu. Khususnya tanpa adanya konsekuensi hukum yang jelas.
“Tanpa keterlibatan penuh dari lembaga-lembaga pengawasan seperti DPR, BPK, atau KPK, publik akan sulit mendapatkan transparansi atas bagaimana uang negara dikelola oleh badan ini,” ucap Hidayat.
Danantara Diproyeksi Jadi SWF Besar Dunia
Berkaitan dengan rencana peluncuran, The Financial Times Stock Exchange Russel atau FTSE menyampaikan BP Danantara berpotensi melampaui GIC atau Government of Singapore Investment Corporation. Hal itu akan terjadi bila dalam pelaksanaanya, Danantara bisa berkembang dengan cepat.
GIC adalah salah satu dari tiga entitas investasi utama di Singapura yang mengelola dana kekayaan negara dan cadangan devisa yang didirikan pada 1981. Dua entitas investasi lainnya yakni Temasek Holdings (Private) Limited dan Otoritas Moneter Singapura atau MAS.
Policy Director FTSE Russell Wanming Du mengatakan jika estimasi dana yang disiapkan untuk Danantara terwujud, badan anyar itu diproyeksi akan menduduki peringkat ketujuh di dunia dengan nilai kelolaan US$ 900 miliar atau assets under management (AUM). Namun demikian Wanming Du menegaskan masih menunggu rincian yang sesungguhnya terkait struktur dan aset yang akan dikelola.
Ia juga mengatakan keberadaan Danantara diharapkan dapat memberikan dampak positif pada pasar investasi Indonesia. Adapun Prabowo sebelumnya menyampaikan Danantara akan mengelola sekitar US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.616 triliun aset dalam pengelolaan (AUM).
"Dengan nilai kelolaan aset yang diperkirakan mencapai sekitar US$ 900 miliar, Danantara berpotensi menjadi salah satu dana kekayaan berdaulat terbesar di dunia, bahkan bisa melampaui GIC milik pemerintah Singapura." kata Wanming Du di Jakarta, Kamis (20/2).
Dengan peluncuran Danantara, FTSE optimistis Indonesia akan semakin memperkuat posisi investasi di pasar global dan meningkatkan daya tarik untuk investor domestik serta asing. Berikut 10 Sovereign Wealth Fund (SWF) dengan dana kelolaan terbesar:
- Norwegia : Norges bank Investment Management : US$ 1.800 miliar
- Cina : Cina Investment Corporation : US$ 1.332 miliar
- Cina : Safe IC : US$ 1.098 miliar
- UAE-Abu Dhabi : Abu Dhabi Investment Authority : US$ 993 miliar
- Saudi Arabia : Public Investment Fund : US$ 978 miliar
- Kuwait : Kuwait Investment Authority : US$ 969 miliar
- Singapore : Government of Singapore Investment : US$ 847 miliar
- Qatar : Qatar Investment Authority : US$ 510 miliar
- UAE-Dubai : Investment Corporation of Dubai : US$ 360 miliar
- UAE-Abu Dhabi : Mubadala : US$ 302 miliar