Deretan Taipan Kumpul Bahas Nasib IHSG di BEI, Boy Thohir hingga Bos Sinar Mas


Sejumlah konglomerat hingga pengusaha hadiri diskusi pelaku pasar modal bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK)i, Senin (3/3). Pertemuan ini dilakukan untuk membahas anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam dua pekan terakhir.
Dalam pertemuan tersebut, petinggi BEI dan OJK menjelaskan berbagai situasi yang tengah berkembang di pasar saham Indonesia. Adapun kegiatan merupakan bagian dari upaya dialog dengan pelaku pasar modal Tanah Air dengan tema 'Soliditas dan Sinergi Pemangku Kepentingan Pasar Modal.'
Berdasarkan pantauan Katadata.co.id, beberapa pengusaha yang terpantau hadir adalah pengusaha Franky Oesman Widjaja. Ia merupakan salah satu pemimpin utama di Sinar Mas Group, salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia yang bergerak di berbagai sektor, termasuk agribisnis, properti, keuangan, kertas, energi, dan telekomunikasi.
Kemudian Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), Jahja Setiaatmadja juga turut hadir dalam diskusi tersebut. Lalu Garibaldi Thohir atau Boy Thohir yakni Presiden Direktur PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) yang salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia.
Boy Thohir juga memiliki berbagai investasi di sektor keuangan, infrastruktur, dan properti. Selain itu, ia merupakan kakak dari Erick Thohir, Menteri BUMN dan pemilik Mahaka Group.
Ada pula Anindya Novyan Bakrie atau Anindya Bakrie juga turut menghadiri diskusi sore ini. Ia adalah seorang konglomerat Indonesia dan penerus generasi ketiga dari Grup Bakrie yang merupakan salah satu konglomerasi bisnis besar di Indonesia.
Anin saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur & CEO Bakrie & Brothers (BNBR), perusahaan yang bergerak di berbagai sektor, termasuk infrastruktur, energi, manufaktur, dan teknologi. Selain itu, Anindya juga memiliki peran strategis dalam VIVA Group, yang menaungi stasiun televisi seperti tvOne dan ANTV, serta beberapa perusahaan media digital.
Tak hanya itu, Ketua Dewan Pertimbangan Kadin, Arsjad Rasjid, juga terlihat di Main Hall Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Ia merupakan Direktur Utama PT Indika Energy Tbk (INDY). Tak hanya bankir dan konglomerat, Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni sekaligus Artis, Raffi Ahmad juga terlihat di agenda pertemuan dengan pelaku pasar sore ini.
Tak hanya investor senior, sejumlah figur sentral di perusahaan papan atas Tanah Air juga hadir. Ada Agus Salim Pangestu, yakni putra pertama dari Prajogo Pangestu, salah satu pebisnis terkemuka di Indonesia
Sebelumnya Direktur Utama BEI, Iman Rachman menilai pelaku pasar modal berperan sebagai mitra utama BEI untuk meningkatkan kinerja pasar. Terlebih, sebagai Self Regulatory Organization (SRO), BEI bertanggung jawab dalam menerapkan regulasi di industri pasar modal.
Iman juga menyebut BEI dan OJK akan terus berdiskusi dengan para pelaku pasar untuk mencari langkah-langkah yang dapat diambil untuk pasar modal Indonesia. Menurutnya, setiap kebijakan yang dibuat harus melibatkan para pelaku agar dapat diterapkan secara efektif.
“Tapi itu tadi, kita tidak diam terhadap penurunan IHSG," tambah Iman.
Gerak lesu IHSG selama beberapa hari terakhir salah satunya dipicu oleh penurunan rating pasar saham Indonesia oleh Morgan Stanley Capital International atau MSCI dari equal weight menjadi underweight.
Dalam pengumuman terbaru yang dirilis sejak 19 Februari itu, MSCI menjelaskan terjadi pergeseran tren return on equity (ROE) Indonesia yang tertekan akibat ekonomi domestik melemah.
Di tengah turunnya rating saham Indonesia tersebut, investor berharap adanya sinyal positif dari peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (24/2). Setelah diluncurkan badan investasi tersebut akan mengelola sekitar US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.616 triliun aset dalam pengelolaan (AUM).
Tiga Faktor Penyebab IHSG Longsor
Menanggapi tren pelemahan IHSG dalam beberapa hari terakhir, Iman menjelaskan ada tiga faktor utama yang memengaruhi. Ia menyebut faktor itu berkaitan dengan dinamika pasar global, kondisi domestik, dan faktor korporasi.
Iman menjelaskan, salah satu pemicu utama tekanan pada IHSG adalah ketidakpastian ekonomi global, terutama terkait dengan kebijakan pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Iman menjelaskan bahwa kebijakan perang tarif yang kembali digencarkan Trump mendorong investor global, termasuk dari Indonesia, untuk lebih memilih menanamkan modalnya di pasar AS.
Selain itu, sekitar 70% standar investasi global saat ini mengarah ke AS, membuat aliran dana ke pasar Indonesia semakin terbatas. Ditambah lagi, ancaman tarif yang diberlakukan AS terhadap beberapa negara, seperti Meksiko, Kanada, dan Uni Emirat Arab (UEA), semakin memperkuat daya tarik pasar AS bagi investor asing.
Mulai hari ini, pemerintahan Trump telah menerapkan tarif 25% untuk perdagangan dengan Meksiko dan Kanada. Di samping itu, peluang pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang semakin kecil juga turut menekan pasar. Diperkirakan The Fed hanya akan menurunkan suku bunga sekali dalam tahun ini.
Faktor lain dari sisi global adalah pemangkasan suku bunga oleh Bank of Korea (BoK) serta penurunan indeks keyakinan konsumen di AS, yang semakin memperburuk tekanan terhadap IHSG. Selain faktor eksternal, kondisi domestik juga turut berperan dalam melemahnya IHSG. Salah satu pemicu utamanya adalah penurunan peringkat pasar modal Indonesia oleh Morgan Stanley, yang berdampak langsung pada arus investasi asing.
Mengingat sekitar 40% saham di Indonesia dimiliki oleh investor asing, keputusan ini semakin memperparah tekanan di pasar. Iman menjelaskan bahwa di tengah pelemahan pasar, sekitar 60% investor di Indonesia adalah domestik, dengan 40% di antaranya merupakan investor ritel. Namun, berbeda dengan kondisi beberapa tahun lalu ketika investor domestik lebih dominan, kini tekanan terhadap pasar domestik justru membuat banyak investor ritel memilih keluar dari pasar saham.
Akibatnya, gairah investasi di dalam negeri semakin menurun. Faktor ketiga yang turut membebani IHSG adalah laporan keuangan emiten yang terdampak perlambatan ekonomi domestik.
Iman menuturkan bahwa meskipun beberapa perusahaan masih mencatatkan kinerja keuangan yang positif, secara keseluruhan terjadi penurunan konsensus akibat koreksi data ekonomi dalam negeri. Penurunan ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap pasar saham tidak hanya datang dari faktor eksternal, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi domestik yang belum sepenuhnya pulih.
Walaupun ada peningkatan dari beberapa emiten, tetapi secara umum terdapat koreksi pada konsensus ekonomi, dan ini semakin memperparah situasi pasar," ujar Iman.