Penerimaan Pajak 2018 Hanya Capai 92,4% dari Target, Kurang Rp 108,1 T
Kementerian Keuangan mencatat data sementara menunjukkan penerimaan pajak 2018 sebesar Rp 1.315,9 triliun. Realisasi tersebut hanya 92,4% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebesar Rp 1.424 triliun. Ini artinya, kekurangan penerimaan (shortfall) pajak sebesar Rp 108,1 triliun tahun lalu.
Pencapaian sementara tersebut lebih rendah dari proyeksi yaitu 94,8% dari target atau shortfall 73,1 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, shortfall terjadi pada pajak nonmigas. Namun, untungnya ada kompensasi dari pajak penghasilan (PPh) migas.
"Pajak nonmigas masih shortfall (dengan realisasi penerimaan) di 90,3%. Kita kumpulkan Rp 1.251,2 triliun dari target Rp 1.385,9 triliun. (Tapi) ini dikompensasi dengan PPh migas kita yang penerimaannya tinggi,” ujarnya dalam Konferensi Pers APBN Kita di kantornya, Rabu (2/1).
(Baca juga: Pertama Kalinya Penerimaan Negara Lebihi Target, Defisit APBN Terendah)
Secara rinci, penerimaan pajak nonmigas terdiri dari PPh nonmigas sebesar Rp 686,8 triliun atau 84,1% dari target; pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 538,2 triliun atau 99,3% dari target. Kemudian, pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 19,4 triliun atau 111,4% dari target; dan pajak lainnya sebesar Rp 6,8 triliun atau 70,1% dari target.
Meski masih shortfall, pertumbuhan pajak nonmigas terbilang tinggi. Pertumbuhannya mencapai 13,7% secara tahunan pada 2018, jauh melebihi tahun sebelumnya yang hanya 2,9%.
Di sisi lain, penerimaan dari PPh migas tercatat sebesar Rp 64,7 triliun atau 169,6% dari target. PPh migas tumbuh tinggi yaitu mencapai 28,6% secara tahunan, meskipun tidak setinggi pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 39,4%.
(Baca juga: Data Keuangan Nasabah Jadi Andalan Buat Capai Target Pajak 2019)
Jika dilihat secara sektoral, penerimaan pajak dari beberapa sektor utama tercatat tumbuh double digit. Penerimaan pajak dari industri pengolahan mencapai Rp 363,60 triliun atau tumbuh 11,12%. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan 2017 yang sebesar 18,28%.
Kemudian, penerimaan pajak dari sektor perdagangan mencapai Rp 234,46 triliun atau tumbuh 23,72%, lebih rendah dari pertumbuhan pada 2017 yang mencapai 25,09%. Penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi mencapai Rp 162,15 triliun atau tumbuh 11,91%, lebih tinggi dari pertumbuhan pada 2017 yang hanya sebesar 8,57%.
Lalu, penerimaan pajak dari sektor konstruksi dan real estat mencapai Rp 83,51 triliun atau tumbuh 6,62%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 2017 yang sebesar 7,16%. Penerimaan pajak dari sektor pertambangan mencapai Rp 80,55 triliun atau tumbuh 51,15%. Pertumbuhan ini lebih baik dibandingkan 2017 yang mencapai 40,83%.
Selanjutnya, penerimaan pajak dari sektor pertanian mencapai Rp 20,69 triliun atau tumbuh 21,03%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 2017 yang sebesar 28,75%.
Dengan perkembangan tersebut, Sri Mulyani mengatakan rasio pajak (tax ratio) telah mengalami perbaikan signifikan dari 10,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2017 menjadi 11,5% dari PDB pada 2018. "Ini berarti seluruh reformasi perpajakan yang kami lakukan sudah makin menunjukkan hasil," ujarnya.
Menurut dia, kesadaran membayar pajak dan peningkatan basis pajak juga mulai meningkat seiring dengan penerimaan informasi dari program pertukaran data keuangan secara otomatis terkait perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Adapun pemerintah terus membangun basis data dan sistem informasi perpajakan untuk mendukung penerimaan ke depan.