Jaga Likuiditas, BI Serap Rp 3 Triliun Melalui Lelang Sukuk
Bank Indonesia (BI) telah menyerap Rp 3 triliun dari hasil lelang surat berharga syariah negara atau sukuk yang dilakukan pada pekan ini. Bank sentral menyatakan lelang dilakukan di akhir tahun untuk menjaga likuiditas.
Secara rinci, lelang sukuk dengan tenor satu minggu mencapai Rp 1,2 triliun. Adapun untuk tenor dua minggu Rp 1,8 triliun. “Menjelang akhir tahun, bank memerlukan likuiditas untuk pemenuhan kebutuhannya,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat ditemui di kompleks BI, Jakarta, Jumat (28/12).
(Baca: Penjualan Sukuk Tabungan Investree Capai Rp 65 Miliar)
Ke depan, otoritas moneter ini akan melelang sukuk dengan tenor yang lebih panjang, misalnya bertenor sebulan dan tiga bulan. Sementara itu, instrumen pasar syariah dengan tenor enam, sembilan, dan dua belas bulan akan menggunakan Sertifikat BI Syariah (SBIS).
Menurut Perry, secara bertahap repo syariah akan dikurangi dan digantikan dengan sukuk BI. Harapannya, dapat menambah alternatif instrumen pasar uang syariah dan menjaga likuiditas dalam operasi moneter syariah.
Sukuk BI dapat diperdagangkan kepada bank syariah atau bank umum di pasar sekunder. Dengan demikian, bank syariah yang membutuhkan likuditas sebelum jatuh tempo dapat menjualnya di pasar sekunder ini.
(Baca: Pembiayaan Cukup, Pemerintah Batal Terbitkan Empat Surat Utang)
Oleh karena itu, sukuk BI bisa menjadi solusi jangka pendek dalam memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan. Instrumen ini juga melengkapi instrumen moneter syariah BI yang sudah ada seperti SBIS, Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS), reverse repo syariah, dan repo Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Sukuk BI ini merupakan yang pertama kali diterbitkan oleh bank sentral. Penawarannya dibuka pada Jumat pekan lalu. Ketika itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah, mengatakan sukuk BI diterbitkan sesuai kaidah dan aturan syariah.
Instrumen ini hanya dapat diperdagangkan oleh perbankan syariah di pasar sekunder. Namun tak menutup kemungkinan bila dari pasar sekunder lalu diperdagangkan kembali di bank konvensional. Dengan demikian, perbankan lebih mudah mengatur likuiditas.