Kurs Rupiah Semakin Lemah, Tembus 14.600 per Dolar AS
Pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut. Saat berita ini ditulis, nilai tukar rupiah berada di level 14.642 per dolar Amerika Serikat (AS) atau anjlok 0,61% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Pelemahan ini merupakan yang terbesar kedua di antara mata uang.
Sebagian mata uang Asia mengalami pelamahan pada perdagangan di pasar spot Selasa (12/12) ini. Rupee India melemah paling besar yaitu 0,95%. Pelemahan tersebut juga seiring dengan sentimen negatif dari domestik menyusulnya mundurnya Gubernur bank sentral India. Pelemahan besar selanjutnya dialami rupiah 0,61%, won Korea Selatan 0,26%, ringgit Malaysia 0,23%, dan peso Filipina 0,11%.
Berbanding terbalik, yuan Tiongkok berhasil menguat 0,2%, yen Jepang dan baht Thailand tercatat menguat masing-masing 0,19%. Begitu juga dolar Singapura, dolar Hong Kong, dan dolar Taiwan, meskipun penguatannya tipis kurang dari 0,1%.
(Baca juga: Ketidakpastian Meningkat di Desember, Aliran Deras Dana Asing Terhenti)
Pelemahan sebagian nilai tukar mata uang Asia ini seiring dengan masih kuatnya indeks dolar AS. Indeks DXY kembali melonjak ke level 97 sejak Senin (11/12). Dolar AS menguat di tengah meningkatnya kembali ketidakpastian global, utamanya terkait perang dagang AS-Tiongkok hingga kebijakan bunga acuan AS. Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), akan mengumumkan kebijakan bunganya pada 19 Desember mendatang.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyebut pelemahan nilai tukar rupiah dan rupee cukup besar lantaran terdapat masalah defisit transaksi berjalan di kedua negara. Defisit transaksi berjalan menunjukkan bahwa pasokan valuta asing (valas) dari ekspor tidak mampu menutup kebutuhan valas untuk impor.
"Karena sebagai negara ekspor impor defisit atau transaksi berjalan defisit, memang pasar itu bereaksi lebih banyak karena untuk negara defisit," kata dia, pekan lalu.
(Baca juga: Besarnya Ketergantungan pada Hot Money Buat Rupiah Mudah Bergejolak)
Maka itu, ia menekankan pentingnya untuk tidak terlena dengan penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi sebelumnya. BI pun tetap waspada dan terus mendorong upaya untuk menggenjot ekspor dan pariwisata, serta menekan impor yang tidak diperlukan untuk perbaikan defisit transaksi berjalan.