Tahan Bunga Acuan, Gubernur BI Tetap pada Kebijakan "Hawkish"
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate di level 5,25%, setelah menaikkan bunga acuan secara agresif sepanjang Mei-Juni lalu. Meski begitu, Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan sikap kebijakan moneter tetap sama yaitu hawkish alias tetap antisipatif dan berfokus untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Perry menjelaskan, level bunga acuan saat ini masih konsisten dengan upaya BI untuk menjaga daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. “Kenaikan yang selama ini kami lakukan yaitu 100 basis poin itu, kami memandang suku bunga kebijakan kita cukup kompetitif untuk memberi ruang untuk masuknya aliran modal asing. (Tapi) tentu akan kami evaluasi bulan ke depan,” kata dia saat Konferensi Pers di Gedung BI, Kamis (19/7).
Ia pun menjelaskan, untuk menentukan kebijakan moneter ke depan, pihaknya akan terus memantau perkembangan ekonomi domestik maupun global, termasuk risiko yang muncul dari kenaikan lanjutan bunga acuan AS, kenaikan imbal hasil US Treasury, dan ketegangan antara AS dengan berbagai mitra dagangnya, termasuk Tiongkok. Risiko tersebut dinilai Perry sebagai biang keladi ketidapastian di pasar keuangan global saat ini.
Adapun berdasarkan pantauan BI, tekanan terhadap nilai tukar rupiah sempat mereda di awal Juli lalu setelah BI menaikkan bunga acuan 0,5%, namun setelah itu tekanan kembali membesar imbas penguatan dolar AS yang meluas. Penyebabnya, ketidakpastian global yang memicu pengetatan likuiditas dunia dan arus keluar dana asing dari pasar keuangan negara-negara berkembang (emerging market).
(Baca juga: Kurs Rupiah Lemah, Faisal Basri Kritik Sejumlah Pejabat Beternak Dolar)
Ke depan, untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, ia menyatakan akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, termasuk dengan meningkatkan devisa dari pariwisata. Selain itu, mendorong pembiayaan infrastruktur oleh swasta.
Di luar itu, BI juga tengah menyiapkan beberapa langkah tambahan, termasuk meningkatkan penggunaan fasilitas hedging alias lindung nilai dengan biaya yang lebih murah. BI juga bakal terus menerapkan kebijakan intervensi ganda, baik di pasar uang maupun SUN. Meski begitu, ia menekankan intervensi dilakukan secara terukur untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai nilai fundamentalnya dan mekanisme pasar.
Selain mempertahankan bunga acuan, BI juga menahan bunga fasilitas simpanan (deposit facility) di level 4,5% dan fasilitas pinjaman (lending facility) di level 6%.
(Baca juga: Ekonom Sebut Kurs Rupiah Sesuai Fundamental, Bunga Acuan Diramal Tetap)
Adapun keputusan BI tersebut sudah diprediksi para ekonom. Bahkan, ekonom yang kini menjabat sebagai Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi memperkirakan BI akan mempertahankan bunga acuan hingga akhir tahun. "Saya expect stay di 5,25% sampai akhir tahun 2018," kata dia.
Menurut dia, manfaat kenaikan bunga acuan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tidak sebanding dengan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi. Kenaikan bunga acuan berpotensi memperlambat laju ekonomi, sebab pembiayaan usaha bakal lebih mahal.
Di sisi lain, tekanan global dinilainya sudah mereda, meskipun nilai tukar rupiah di atas 14.000 per dolar AS. Ia menyebut, nilai tukar rupiah berada di level keseimbangan barunya. Level saat ini pun dianggap sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi domestik.
Berdasarkan analisisnya, nilai fundamental rupiah berada di kisaran 14.000-14.200 per dolar AS. Namun, dengan mempertimbangkan faktor persepsi, ia memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan bergerak di kisaran 14.200-14.500 untuk sementara waktu. Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah diperdagangkan di rentang 14.415-14.425 per dolar AS, Kamis (19/7) pagi ini.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga memprediksi bunga acuan tetap. "Karena secara fundamental, ekonomi kita tidak ada perubahan, variabel stabil, inflasi dan defisit anggaran di bawah target," kata dia.
Dari sisi domestik, ia memperkirakan defisit transaksi berjalan sesuai prediksi yaitu di sekitar 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini, atau lebih tinggi dari tahun lalu 1,7% terhadap PDB. Sementara dari sisi eksternal, prediksi kenaikan bunga acuan AS belum berubah yaitu sebanyak dua kali lagi tahun ini.
Di sisi lain, sejalan dengan Eric, David pun berpendapat nilai tukar rupiah masih tidak terlalu jauh atau sesuai dengan fundamental ekonomi, yaitu pada kisaran 14.100-14.300 per dolar AS.