Habibie Center Menilai Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 6%
Upaya pemerintah memacu perekonomian dinilai masih belum optimal. Anggota Dewan Pakar The Habibie Center bidang ekonomi Umar Juoro menilai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 5,4 persen sebenarnya akan mudah dicapai.
“Melihat potensi ekonomi, sebenarnya pertumbuhan 6 persen tidaklah sulit untuk dicapai. Dari sisi pengeluaran konsumsi dan investasi masih dapat tumbuh lebih tinggi,” kata Umar dalam acara yang diselenggarakan di The Habibie Center, Jakarta, Selasa (23/1).
Pertumbuhan yang masih di angka 5 persenan saat ini dikarenakan adanya ketidakpastian yang dihadapi pelaku ekonomi. Dia mencontohkan upaya pemerintah yang gencar menggenjot penerimaan pajak. Sebenarnya rasio pajak Indonesia sebesar 11 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) masih terbilang rendah.
Namun, penarikan pajak yang agresif dan sederet kebijakan pemerintah membuat pelaku usaha dan wajib pajak menghadapi ketidakpastian berapa besar pajak yang harus mereka bayar. “Akibatnya mereka menahan diri dalam pengeluaran. Hal ini juga menjelaskan melemahnya pertumbuhan konsumsi masyarakat,” ujarnya.
(Baca: Standard Chartered Proyeksikan Ekonomi Indonesia 2018 Tumbuh 5,2%)
Indikasi lainnya yang disampaikan Umar terkait ekspor yang tumbuh tinggi, sekitar 17 persen. Namun, dengan keterbatasan produk ekspor dan belum pulihnya ekonomi dunia menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ekspor Indonesia mengandalkan komoditas seperti sawit dan batu bara yang harganya tak stabil.
Dari sisi investasi, Umar melihat potensinya masih bisa tumbuh lebih tinggi lagi. “Namun, dengan masih lemahnya konsistensi kebijakan dalam memfasilitasi investasi, pertumbuhan investasi tampaknya belum akan optimal,” katanya.
Secara sektoral, pertumbuhan yang tinggi ada pada telekomunikasi, transportasi dan konstruksi. Namun, masih banyak hal yang menghambat sektor ini. Perusahaan telekomunikasi membutuhkan investasi yang besar, sementara persaingan semakin ketat. Di sektor konstruksi, permintaan perumahan juga mengalami perlambatan
“Jadi, belum ada leading sector yang dapat mendorong perkembangan ekonomi lebih tinggi lagi,” ujarnya.
(Baca: IMF: Ekonomi Dunia Menguat, Terutama Negara Berkembang di Asia)
Umar menyarankan Indonesia mencontoh negara-negara Asia seperti Malaysia, Filipina, India, dan Vietnam yang ekonominya berhasil tumbuh 6-7 persen. Negara-negara ini fokus menggenjot ekspor produk manufaktur, sehingga sektor industrinya bisa tumbuh tinggi.
“Menariknya, rasio pajak terhadap PDB mereka juga lebih baik dari indonesia, sehingga lebih leluasa dalam memberikan stimulasi perkembangan sektor riil,” ujarnya.
Sementara ekspor manufaktur Indonesia dinilai masih terbatas pada elektronika, tekstil, dan garmen yang nilai tambahnya lebih rendah. Untuk itu, perlu transformasi sektor manufaktur yang dapat mendukung ekspor lebih besar.
