Godok Kebijakan Baru Uang Muka Rumah, BI Cek Harga Properti Daerah
Bank Indonesia (BI) tengah mengumpulkan data harga properti di berbagai wilayah di Indonesia sebagai bahan kajian untuk menerapkan kebijakan rasio kredit terhadap agunan (Loan to Value/LTV) spasial. Melalui kebijakan tersebut, BI bakal menetapkan batasan minimal uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) sesuai kondisi wilayah.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, kebijakan uang muka bakal tergantung pada permintaan dan valuasi harga properti serta kendaraan bermotor di masing-masing wilayah. "Bisa saja nanti di beberapa provinsi LTV lebih ketat," ujar dia di sela-sela acara BI di Hotel Tentrem Yogyakarta, Senin sore (28/8). (Baca juga: Kredit Lemah, Bank Perlu Tarik Dananya Rp 500 Triliun dari BI)
Kebijakan tersebut digadang-gadang bisa mendorong laju pertumbuhan kredit yang tercatat seret sepanjang tahun ini. Jika dihitung dari awal tahun hingga akhir Juni, pertumbuhan kredit kurang dari 3%. Meski begitu, BI nyatanya tak akan buru-buru menerbitkan kebijakan tersebut lantaran diperlukan kajian mendalam. (Baca juga: Panggil Bos OJK dan BI, Jokowi Minta Bunga Kredit Turun)
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, sejauh ini, pihaknya baru melakukan studi harga properti. “Studi-studi valuasi harga properti sekundernya baru kami munculkan. Maka itu masih perlu waktu untuk LTV spasial per daerah," ujar dia.
Di sisi lain, Kepala Ekonom SKHA Consulting Eric Sugandi tak menampik, kebijakan LTV spasial bisa menimbulkan distorsi. Misalnya, penduduk yang berpindah untuk mengejar uang muka murah. Ia menjelaskan, bank yang mengucurkan KPR dan KKB biasanya meminta alamat domisili si peminjam. Meski begitu, beberapa bank bisa lebih lentur dalam persoalan domisili ini.
Misalnya, pembeli di Jakarta boleh membeli mobil dari dealer di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (jabodetabek). Tapi, mungkin tidak untuk pembelian di lokasi yang terlalu jauh seperti di Pontianak atau Jayapura. "Jadi distorsi bisa terjadi, tapi ada batasnya juga," ucapnya.
Untuk meminimalkan distorsi, ia menyarankan agar BI membuat aturan agar bank memperketat proses penilaian (apprasial) kredit. Untuk KPR properti, misalnya, kantor cabang bank yang akan menangani penyaluran kredit adalah kantor cabang bank di lokasi properti yang akan dibeli, bukan kantor cabang lain. Begitu juga dengan otomotif.
Ia pun optimistis kebijakan ini berpeuang besar mendongkrak penyaluran kredit. Adapun tahun ini, BI memprediksi pertumbuhan kredit hanya akan berkisar 8-10% tahun ini, dan membaik menjadi 10-12% tahun depan. (Baca juga: BI Pesimistis Pertumbuhan Kredit Bank Tahun Ini Lampaui 10%)