Panggil Bos OJK dan BI, Jokowi Minta Bunga Kredit Turun
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan perbankan untuk segera menurunkan bunga kredit. Sebab, inflasi dan suku bunga acuan sudah berada di level yang rendah.
Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam pertemuan dengan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Gubernur Bank Indonesia (BI) di Istana Kepresidenan. “Arahan Presiden yang jelas supaya suku bunga kredit bisa diturunkan, wong inflasinya sudah rendah, suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate sudah 4,5%,” kata Ketua OJK Wimboh Santoso di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/8). (Baca juga: Dongkrak Ekonomi, BI Akhirnya Pangkas Bunga Acuan Jadi 4,5%)
Wimboh menjelaskan, sebetulnya sudah ada ketentuan mengenai transparansi perbankan dalam menentukan bunga deposito dan bunga kreditnya. Sehingga, OJK tinggal melakukan pemantauan (monitoring) saja. (Baca juga: Bunga Acuan Turun, Bank Mandiri Bisa Turunkan Bunga Deposito 0,5%)
Namun, menurut dia, perbankan memang membutuhkan waktu untuk menurunkan bunga kreditnya. Sebab, penurunan bunga kredit dimulai dari penurunan bunga deposito dulu. Sedangkan, penyesuaian bunga deposito harus menunggu deposito yang ada jatuh tempo.
“Suku bunga akan di-review setelah jatuh tempo, kalau jatuh tempo tiga bulan, kalau satu bulan, kalau hari ini pas jatuh tempo ya hari ini, jatuh temponya kan spectrum-nya kan macam-macam, jadi perlu waktu,” ucapnya. Jatuh tempo paling lama untuk deposito yaitu enam bulan.
Di sisi lain, Gubernur BI Agus Martowardojo mengakui bunga untuk beberapa jenis kredit masih tinggi. Padahal, sejak 2016 sampai sekarang ini, BI sudah menurunkan bunga acuan sebesar 1,75% ke level 4,5%. Ia mencatat, bunga kredit korporasi dan kredit perumahan rakyat (KPR) sudah di bawah 10%. Namun, kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta Kredit Modal Kerja (KMK) masih di kisaran 12%.
“Tingkat bunga deposito turun (dengan) baik, tapi untuk (bunga) kredit penurunannya pelan. Diharapkan dua kuartal (ke depan) bisa menurun (lebih cepat),” kata dia. Penurunan bunga kredit diharapkan bisa membuat permintaan kredit semakin tinggi sehingga mendorong perekonomian.
Hingga Juni lalu, pernyaluran kredit hanya tumbuh 7,8% secara tahunan. BI pun memprediksi kredit hanya akan tumbuh sekitar 8-10% tahun ini, lebih rendah dari prediksi awal 10-12%. Agus menduga, rendahnya penyaluran kredit lantaran permintaan kredit dari dunia usaha belum besar. Salah satu penyebabnya, pelaku usaha masih mencermati pergerakan harga komoditas dunia. (Baca juga: Perbanas: Penurunan Bunga Acuan Belum Cukup Genjot Penyaluran Kredit)
Di sisi lain, lemahnya pertumbuhan kredit juga disinyalir lantaran bank berhati-hati menyalurkan kredit seiring dengan masih tingginya rasio kredit bermasalah bank yaitu di kisaran 3% terhadap total kredit. Meski begitu, dia memprediksi pertumbuhan kredit akan kembali kencang pada 2018 mendatang.
Meski pertumbuhan kredit lemah, ia menekankan, pembiayaan alternatif tumbuh baik. “(Pembiayaan) non-perbankan dan pasar modal Rp 160 triliun, 55% dalam obligasi korporasi,” kata dia.