Kinerja Bank Lesu, BI: Premi Restrukturisasi Bank Jangan Memberatkan
Pemerintah tengah mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang premi untuk pendanaan program restrukturisasi perbankan. Bank Indonesia (BI) berharap besaran premi yang ditetapkan bagi bank, tidak memberatkan.
Gubernur BI Agus DW. Martowardojo menjelaskan harapan BI tersebut lantaran perbankan masih dalam masa konsolidasi. Pada April lalu, pertumbuhan kredit baru 9,5 persen secara tahunan. Padahal, pertumbuhan kredit ditargetkan sebesar 10-12 persen.
"Persiapan sekarang pun kalau terkait memungut biaya untuk program restrukturisasi perbankan ataupun yang lain untuk kami (harapkan) tidak terlalu memberatkan bank karena mereka sedang dalam taraf pemulihan," kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu (24/5). (Baca juga: Stabilitas Sistem Keuangan Normal, BI Waspadai Kredit Macet Bank)
Adapun, RPP tentang premi untuk pendanaan program restrukturisasi perbankan merupakan amanat Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Program restrukturisasi akan diselenggarakan bila ada permasalahan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional.
Di sisi lain, Agus justru mendorong ketentuan agar bank yang berdampak sistemik membuat rencana aksi (recovery plan). Sebelumnya, OJK memang telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 15 Tahun 2017 mengenai rencana aksi bagi bank berdampak sistemik. Aturan itu sesuai amanat Pasal 19 UU PPKSK, yang meminta OJK membuat detil terkait langkah penyehatan bank. (Baca juga: OJK Rilis 3 Aturan Antikrisis, 12 Bank Masuk Kategori Sistemik)
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal Isa Rachmatarwata menjelaskan, RPP mengenai premi untuk pendanaan program restrukturisasi perbankan masih harus dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Semestinya, RPP tersebut sudah rampung lantaran UU PPKSK menyatakan, aturan turunannya harus selesai pada pertengahan April lalu.
Hingga kini, Isa masih merahasiakan besaran premi yang diajukan ke DPR. Begitu juga dengan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan. Akan tetapi, Fauzi mengatakan target premi yang ingin digalang mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Target penggalangan dana ini 2-3 persen dari PDB. Terakhir (pada 1997-1998) untuk atasi krisis 60 persen dari PDB. Jadi kalau di krisis besar, maka biaya resolusi besar. Biaya resolusi besar itu juga dipakai untuk bank-bank besar," ujar Fauzi.
Menanggapi rencana penggalangan premi tersebut, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setyaatmadja menyatakan premi yang besar tidak adil bagi industri karena akan membebani perbankan. "Mohon didiskusikan lagi,” ujar dia.