Utang Luar Negeri US$ 323,2 miliar, Diprediksi Melambat Sampai 2017

Desy Setyowati
19 Desember 2016, 20:19
Bank Indonesia
Arief Kamaludin | Katadata

Lana menyebut sektor pertambangan sebagai contoh. Pada sektor ini, meskipun harga komoditas menunjukan peningkatan namun volume permintaannya belum terangkat. Karenanya, mereka menahan diri dari rencana ekspansi dengan menambah utang luar negeri. “Saya tanya ke pengusaha tambang, belum tentu naik,” katanya.

(Baca juga: BI Ramal Inflasi 2016 Terendah dalam 7 Tahun Terakhir)

Sebaliknya, pengusaha tambang yang menikmati keuntungan dari kenaikan harga komoditas justru memilih untuk membayar utang luar negeri mereka.  “Kalau yang tambang tadi malah bayar utang karena punya revenue dari harga (komoditas) yang naik.”

Lana memprediksi, sektor manufaktur lah yang akan jadi penggerak industri tahun depan. Jika permintaan masyarakat tinggi, impor bahan baku dan barang modal kemungkinan akan turut terkerek naik. Saat itu, pabrik-pabrik akan mempertimbangkan pengembangan usaha, termasuk dengan menambah utang luar negeri. “Dari manufaktur, utang swasta kalaupun naik tapi tipis lah,”ujarnya.

Menurut sektor ekonomi, utang luar negeri swasta pada akhir Oktober 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa keempat sektor tersebut terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 76,7 persen.

(Baca juga:  BI: Bunga Kredit Masih Bisa Turun 0,5 Persen)

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...