Ekonomi Melambat, Pertumbuhan Target Pajak Diturunkan
KATADATA ? Pemerintah menurunkan target penerimaan pajak pada tahun depan. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, penerimaan pajak ditetapkan Rp 1.368,5 triliun, atau hanya naik 5,7 persen dari target pada tahun ini.
Dalam APBN-P 2015, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 1.294 triliun, atau naik sekitar 32 persen dibandingkan realisasi penerimaan pada 2014. Sementara target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2016 sebesar Rp 1.565,8 triliun atau naik 5,1 persen dari target 2015 sebesar Rp 1.489,3 triliun.
Lebih rendahnya pertumbuhan penerimaan pajak tersebut, lantaran pemerintah memperkirakan kinerja pertumbuhan ekonomi masih akan lambat pada tahun depan. Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, target yang ditetapkan pemerintah kali ini sudah lebih realistis.
?Bahkan jika dibandingkan perkiraan penerimaan 2015, target perpajakan pada tahun depan tumbuh 14,5 persen. Kami melihat ada selisih target dengan realisasi perpajakan sebesar Rp 120 triliun,? kata Bambang.
Dalam RAPBN-2016 yang dibacakan Presiden Joko Widodo di depan sidang paripurna DPR akhir pekan lalu disebutkan, target penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.565,8 triliun. Target tersebut terdiri dari pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas bumi (migas) sebesar Rp 48,5 triliun atau turun 2,2 persen dari target 2015. Kemudian pajak non-migas Rp 1.320 triliun atau naik 6,1 persen, serta penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 197,3 triliun.
Bambang mengatakan, pemerintah akan tetap melakukan kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dunia usaha, stabilitas ekonomi, dan daya beli masyarakat. Selain itu, pemerintah juga berencana menurunkan tarif PPh dan PPN yang akan berlaku pada 2017 karena menunggu revisi UU yang akan dilakukan tahun depan.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai pemerintah sudah lebih realistis dalam menentukan target pajak tahun depan. Apalagi pemerintah ingin memanfaatkan instrumen fiskal, termasuk perpajakan, untuk menstimulus ekonomi dan iklim investasi di tengah perlambatan ekonomi. Alhasil, pemerintah tidak dapat melakukan pemungutan pajak yang eksesif.
?Moderasi ini penting dijalankan secara konsisten. Tapi, dalam situasi seperti ini perlu kreativitas dalam pemungutan pajak, lebih fokus dan menentukan prioritas agar kebijakan pemungutan tidak kontradiktif dalam upaya stabilisasi ekonomi,? kata dia.
Meski kenaikan penerimaan pajak lebih rendah, yakni hanya Rp 74,2 triliun, Prastowo menilai, pemerintah tetap perlu melakukan upaya lebih (extra effort). Persoalannya, penerimaan pada 2015 diperkirakan rendah sekitar Rp 1.035 triliun, sehingga kenaikan riil pada tahun depan akan mencapai Rp 330 triliun.
Selain itu, pemerintah harus mulai memikirkan skenario jangka panjang untuk menjamin penerimaan pajak yang optimal dan berkelanjutan sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Skenario ini antara lain menjaga keseimbangan hak dan kewajiban antara aparat pajak dengan wajib pajak, serta pemenuhan hak wajib pajak atas insentif dan fasilitas perpajakan.
?Ini butuh extra effort, terutama yang berasal dari kepemimpinan yang baik, kredibel, dan solid,? tutur dia.

