Tabungan Masyarakat Rendah, Rupiah pun Lemah
KATADATA ? Gejolak yang terjadi pada nilai tukar rupiah tidak lepas dari kebiasaan menabung masyarakat Indonesia. Rendahnya tabungan menjadi salah satu penyebab neraca transaksi berjalan negatif. Secara tidak langsung, ini akan mempengaruhi fluktuasi kurs rupiah.
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution mengatakan, dana simpanan masyarakat tidak mencukupi untuk membiayai investasi yang dibutuhkan Indonesia. Sebagai gantinya, pemerintah terpaksa berutang dan menarik modal dari luar negeri untuk menutup defisit dalam APBN dan neraca pembayaran.
Persoalannya, modal asing, terutama portofolio jangka pendek, cukup rentan untuk kembali keluar. Ini yang kemudian menyebabkan rupiah mengalami fluktuasi. Idealnya, kata dia, jumlah tabungan masyarakat di perbankan di atas 30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Saat ini, jumlah tabungan sekitar 28 persen-29 persen terhadap PDB.
?Jadi masalah kurs yang rentan ini terjadi karena masalah kurangnya tabungan masyarakat juga,? kata Darmin saat memberikan paparan dalam dialog ISEI dengan tajuk ?Presiden Menjawab Tantangan Ekonomi? di Jakarta Convention Center, Kamis (9/7).
Pemerintah, menurut mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu perlu meningkatkan akses perbankan ke masyarakat. Dengan demikian, dana di masyarakat bisa ditempatkan dulu di bank meski dalam jangka waktu pendek. Nantinya, dana tersebut dapat diputar oleh bank untuk menyalurkan untuk kredit dan investasi.
?Kalau dana di masyarakat bisa ditempatkan dulu di bank, walaupun seminggu atau tiga hari itu bisa menambah dana yang diputar oleh bank,? kata dia.
Berdasarkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri terus meningkat. Pada 2014, nilainya mencapai US$ 56,2 miliar, naik dari tahun sebelumnya sebesar US$ 37,4 miliar. Hal ini tidak dapat diimbangi oleh pendapatan Indonesia dari investasi di dalam negeri yang hanya US$ 2,1 miliar pada 2014.
Pada kuartal I-2015, NPI tercatat sebesar US$ 1,3 miliar, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 2,1 miliar. Adapun neraca transaksi berjalan tercatat defisit 1,8 persen, BI memperkirakan pada kuartal II defisit neraca transaksi berjalan defisit 2,5 persen. Sementara rata-rata kurs rupiah pada kuartal II sebesar Rp 13.330 per dolar Amerika Serikat (AS), naik dibandingkan kuartal sebelumnya Rp 13.074 per dolar AS.