Kuartal I, Defisit Transaksi Berjalan Turun Jadi 1,8 Persen

Aria W. Yudhistira
15 Mei 2015, 19:43
Katadata
KATADATA
Defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal I turun menjadi 1,8 persen seiring dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi BBM.

KATADATA ? Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia pada kuartal I sebesar US$ 3,8 miliar atau 1,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini turun jika dibandingkan pada kuartal I tahun lalu sebesar US$ 4,1 miliar atau 1,97 persen terhadap PDB.

Angka ini pun lebih rendah dibandingkan kuartal IV-2014 yang sebesar US$ 6,2 miliar atau 2,8 persen terhadap PDB.

Turunnya defisit transaksi berjalan ditopang oleh berkurangnya impor yang menyebabkan neraca perdagangan mengalami surplus selama periode Januari-Maret 2015. Membaiknya defisit neraca transaksi berjalan itu seiring menipisnya defisit dari neraca minyak dan gas bumi (migas).

Menurut Deputi Direktur Departemen Statistik Bank Indonesia (BI) Riza Tyas, hal ini sejalan dengan kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) pemerintah yang menurunkan volume dan nilai impor migas.

?Ini dampak dari reformasi struktural pemerintah. Apabila diteruskan, perbaikan defisit neraca transaksi berjalan akan berlanjut,? kata dia di Gedung BI, Jakarta, Jumat (15/5).

Lebih lanjut dia menambahkan, defisit transaksi berjalan pada kuartal II kemungkinan akan bertambah. Namun, kenaikan defisit tersebut akan berdampak positif karena didorong oleh impor barang modal dan bahan baku seiring mulai berjalannya belanja pemerintah di sektor infrastruktur.

?Ini (perbaikan neraca transaksi berjalan bersifat) musiman. Tapi sustainable karena salah satu penyebabnya adalah perbaikan neraca migas,? ujarnya.

Pada kuartal I-2015, BI juga mencatat surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sebesar US$ 1,3 miliar. Angka ini turun dibandingkan kuartal-IV-2014 yang mencatatkan surplus sebesar US$ 2,4 miliar.

Direktur Departemen Statistik BI Endy Dwi Tjahjono menuturkan, surplus ini berasal dari transaksi modal dan finansial yang masih surplus sebesar US$ 5,9 miliar. Terdiri dari aset yang negatif US$ 7,3 miliar dan kewajiban senilai US$ 13,25 miliar.

Endy merinci dari jumlah kewajiban tersebut, investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) dan investasi portofolio masing-masing US$ 2,32 miliar dan US$ 8,9 miliar. Kemudian dari transaksi finansial derivatif sebesar US$ 93 juta.

Namun, dari sisi investasi lainnya mengalami defisit sebesar US$ 5,33 miliar dari sebelumnya surplus hingga US$ 4 miliar. Penurunan ini, kata dia, disebabkan banyaknya investor asing yang menarik dananya keluar (capital outflow) pada Maret lalu.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Desy Setyowati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...