Menkeu: Defisit Transaksi Berjalan Tetap Hantui Rupiah
KATADATA ? Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan, defisit transaksi berjalan (current account deficit) akan tetap menghantui nilai tukar rupiah pada tahun ini. Sekalipun, bank sentral Amerika Serikat (AS), the Fed, telah mengindikasikan penundaan pengetatan moneternya.
Menurut Bambang, pernyataan Gubernur the Fed Janet Yellen dalam Komite Rapat Terbuka (Federal Open Market Committee/FOMC) menunjukkan bahwa Fed Rate akan naik lebih lambat dari perkiraan Juni-Juli. Besarannya juga diperkirakan lebih kecil dari prediksi awal 100 basis point (bps) atau 1 persen.
Keputusan the Fed tersebut telah menjadi angin segar bagi rupiah lantaran sudah memberikan kepastian atas kebijakan moneter di negara Paman Sam tersebut. Hal ini pula yang membawa kurs rupiah dibuka di level Rp 13.063 per dolar AS. Juga, sempat menyentuh level terendah Rp 12.985 per dolar AS.
?Menurut kami, itu menyejukkan pasar, yang bisa terlihat dari pergerakan rupiah hari ini. Kami jaga terus, termasuk melihat pertemuan FOMC berikutnya dan mencermati recovery di AS,? kata dia di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (19/3).
Dia menambahkan, pemerintah juga akan tetap fokus pada kebijakan reformasi tahap pertama, untuk menjaga defisit transaksi berjalan karena ketidakpastian perekonomian ke depan masih akan tetap muncul. ?Jadi kami jaga terus melalui pemulihan defisit transaksi berjalan.?
Penguatan dolar AS ini juga tak lantas menahan rencana pemerintah menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing (valas) dalam waktu dekat. Menurut Bambang, langkah ini tak akan ditunda terutama untuk membiayai defisit anggaran pemerintah.
?Kami sudah komit, pengeluaran bond berdenominasi bukan rupiah akan kita lakukan lebih cepat. Itu sesuai rencana,? ujarnya.
Bambang juga menyampaikan, pemerintah akan terus menggenjot penerimaan pajak. Yakni, berdasarkan pada perbaikan kepatuhan, eksensifikasi, dan mencegah terjadinya kebocoran atau penyelewengan. Namun, tanpa menganggu dunia usaha.