SKK Migas Minta Anggarannya Tidak Masuk APBN
KATADATA ? SKK Migas meminta tetap dapat mengelola anggarannya secara independen di luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN).
Menurut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Amien Sunaryadi, mekanisme APBN tidak cocok diterapkan karena berhubungan langsung dengan kegiatan industri minyak dan gas bumi (migas).
?Saya lihat untuk (anggaran) operasinya SKK, itu (mekanisme APBN) kurang cocok,? katanya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (19/11).
Amien menilai, mekanisme yang dapat diberlakukan pada lembaga yang melakukan kontrak kerja dengan industri migas tersebut adalah sistem Badan Layanan Umum (BLU).
Dengan sistem BLU, maka SKK Migas dapat mengatur keuangannya sendiri. Sedangkan aset SKK Migas yang berupa wilayah kerja migas tetap menjadi milik negara.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebutkan, landasan hukum mengenai mekanisme keuangan tersebut masih menunggu kajian dari Undang-Undang Migas.
Seperti diketahui, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pernah mengusulkan agar mekanisme keuangan SKK Migas diubah. Pendanaan SKK disarankan melalui mekanisme APBN.
Menurut, Hadi Purnomo yang waktu itu menjabat Ketua BPK, mekanisme tanpa APBN tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Keuangan Negara pasal 3 ayat 5.
Di sisi lain, Amien Sunaryadi akan melakukan pembenahan sistem kelembagaan SKK Migas. Saat ini terdapat lebih dari 300 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di Indonesia. KKKS tersebut didukung oleh 1.500 kontraktor. Dengan demikian, jumlah transaksi antara KKKS dan kontraktor dalam setahun yang sangat banyak.
Untuk itu, agar bisnis tersebut dapat berjalan dengan cepat, perlu adanya kepastian, di samping proses kehati-hatian.
?Sistem itu harus didukung pengambilan keputusan yang cepat, sehingga bisnis hulu migas akan berjalan equal (setara) di antara player (pemain), cepat, dan ada kepastian yang tinggi,? ujarnya.