Target Cukai Rokok Tahun Depan Naik untuk Tambal Defisit APBN
Pemerintah berencana menaikkan target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok menjadi Rp 172,75 triliun pada 2021. Artinya ada kenaikan target penerimaan cukai rokok sebesar 4,71% dari sebelumnya yang sebesar Rp 164,9 triliun.
Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Kementerian Keuangan Wawan Juswanto mengatakan, kenaikan target penerimaan cukai rokok untuk menambal defisit APBN yang meningkat untuk membiayai penanganan pandemi virus corona atau Covid-19.
Saat ini, defisit APBN diproyeksi mencapai 6,34% atau sebesar Rp 1.039,2 triliun. “Pada 2021 defisit akan kita coba kendalikan sekitar 5,2%,” kata Wawan dalam diskusi virtual, Minggu (30/8).
Wawan mengatakan, pemerintah tak bisa menambal defisit APBN jika hanya mengandalkan kinerja perpajakan saja. Apalagi, kinerja di sektor bisnis sedang menurun saat ini, sehingga sulit untuk menarik pajak.
Sementara, Wawan menilai penerimaan cukai rokok masih cukup baik hingga saat ini. Wawan mengatakan, CHT memiliki kontribusi 96% dari total penerimaan cukai. “Sedangkan (cukai) yang dari minuman beralkohol dan etik alkohol masih relatif kecil,” kata Wawan.
Meski demikian, Wawan menyebut meningkatnya target penerimaan CHT pada 2021 juga mempertimbangkan mengenai upaya pengendalian konsumsi rokok. Mengacu kepada RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi perokok berusia 18 tahun ke bawah menjadi 8,7% hingga 2024.
Pemerintah, lanjut Wawan, juga mempertimbangkan dari sisi industri hasil tembakau (IHT) atau rokok. Jangan sampai peningkatan target penerimaan CHT justru membuat industri rokok kolaps. "Ketiganya ini kita coba baurkan dalam satu kebijakan," kata Wawan.
Adapun, Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai & Harga Dasar Ditjen Bea Cukai Sunaryo menyebut ada empat pertimbangan dalam meningkatkan target penerimaan CHT pada 2021. Pertimbangan pertama adalah upaya pengendalian konsumsi rokok.
Pertimbangan kedua terkait dengan optimalisasi penerimaan CHT. Sunaryo mengakui jika peningkatan CHT tak serta-merta akan menaikkan realisasi penerimaan negara. "Kalau pemerintah mau pro penerimaan, dengan tarif cukai yang sama, tarifnya rendah, konsekuensinya produksinya banyak," kata Sunaryo.
Pertimbangan ketiga terkait dampak kenaikan CHT kepada IHT. Menurutnya, kebijakan peningkatan target penerimaan CHT tak boleh terlalu berdampak signifikan kepada IHT, khususnya sigaret kretek tangan (SKT).
Sebab, IHT SKT merupakan industri padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja cukup besar. "Kita juga harus pertimbangkan tenaga kerja. Enggak boleh kebijakan yang berdampak ke tenaga kerja terlalu signifikan," kata Sunaryo.
Pertimbangan keempat terkait dengan upaya menekan rokok ilegal. Menurut Sunaryo, rokok ilegal tak boleh dibiarkan menyebar luas di tengah masyarakat. Alasannya, rokok dapat merugikan kesehatan masyarakat. "Sementara mereka tidak bayar cukai. Kami enggak mau seperti itu," kata dia.