Chatib Basri: PSBB Bikin Pengusaha Enggan Ekspansi Bisnis
Pemerintah DKI Jakarta kembali memberlakukan pelonggaran terhadap Pembatasan Sosial Berskala Besar mulai Senin (12/10). Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai penerapan PSBB membuat pebisnis masih urung untuk melakukan ekspansi usaha meski PSBB kembali memasuki masa transisi.
Saat PSBB masih diterapkan, kapasitas restoran hingga mal dibatasi hanya 50%. Namun, pelaku usaha tetap membayar sewa secara penuh. Hal tersebut, menurut Chatib., skala ekonomi sebuah usaha tidak tercapai.
"Dunia usaha kerja hanya untuk bank, hanya bayar utang. Ini membuat orang tidak berminat ekspansi usaha," kata Chatib dalam acara Bincang APBN 2021, Selasa (13/10).
Ia pun memperkirakan perekonomian belum bisa bergantung pada investor swasta pada tahun depan. Hal ini menjadi penyebab dukungan pemerintah melalui APBN masih sangat diperlukan.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai permintaan masyarakat saat ini masih lemah. Dalam kondisi tersebut, dunia usaha pun sulit untuk bangkit.
Berdasarkan hasil survei yang digelar Bank Mandiri, titik balik modal alias break event point sektor perhotelan hingga restoran mencapai 66%.
"Jadi kalau ada PSBB terus, hanya mengandalkan take away, mungkin bisnis restoran akan di bawah BEP," ujar Andry dalam kesempatan yang sama.
Jika hal tersebut berlangsung secara berkepanjangan, banyak usaha yang berpotensi tutup. Untuk itu, kondisi ini harus menjadi fokus pemerintah.
Andry menilai bahwa kebijakan stimulus 2021 untuk mendorong daya beli masih dibutuhkan. Hal ini karena APBN tahun 2020 hingga 2022 masih merupakan satu perangkat melawan Covid-19.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Ubaidi Socheh menjelaskan terdapat tujuh kebijakan strategis pemerintah dalam APBN 2021. Pertama, bidang pendidikan dengan anggaran mencapai Rp 550,5 triliun dalam rangka mendukung peningkatan skor PISA dan kualitas guru serta penguatan penyelenggaraan PAUD.
Kedua, bidang kesehatan dengan anggaran Rp 169,7 triliun yang digunakan untuk mengakselerasi pemulihan akibat Covid-19. Anggaran tersebut juga untuk melaksanakan reformasi jaminan kesehatan nasional dan mempersiapkan health security oreparedness.
Ketiga, bidang perlindungan sosial dengan alokasi anggaran hingga Rp 421,7 triliun. "Dana tersebut untuk mendukung reformasi secara bertahap yang komprehensif berbasis siklus hidup dan antisipasi aging population," kata Ubaidi.
Keempat, fokus di bidang infrastruktur dengan anggaran Rp 413,8 triliun. Ini dalam rangka penyediaan pada layanan dasar, peningkatan konektivitas, dukungan pemulihan, dan melanjutkan program prioritas yang tertunda.
Kelima, yaitu sektor ketahanan pangan dengan anggaran Rp 104,2 triliun untuk meningkatkan produksi pangan dan mendukung pemulihan ekonomi. Hal tersebut dilakukan melalui revitalisasi sistem pangan nasional dan pengembangan food estate.
Keenam, bidang pariwisata dengan alokasi anggaran Rp 15,7 triliun untuk mendorong pemulihan sektor tersebut. Pemulihan dilakukan dengan fokus lima kawasan dan pengembangan skema KPBU.
Terakhir, kebijakan di bidang teknologi dan informasi dengan anggaran sebesar Rp 29,6 triliun. "Ini menjadi sangat penting karena pengalaman Covid-19 kita banyak menggunakan teknologi untuk mendukung seluruh aktivitas," ujar Ubaidi.