IMF Peringatkan Ancaman Melebarnya Jurang Ketimpangan akibat Covid-19
Dana Moneter Internasional atau IMF memperkirakan pandemi Covid-19 akan meningkatkan ketimpangan pendapatan di negara-negara kawasan Asia Pasifik. Kondisi ini dapat berimplikasi pada pertumbuhan yang lebih rendah dalam jangka menengah.
"Bahkan dapat memicu ketegangan sosial di negara-negara yang sudah memiliki ketimpangan yang tinggi," ujar IMF dalam laporannya yang berjudul Regional Economic Outlook Asia and Pacific Navigating the Pandemic: A Multispeed Recovery in Asia yang dipublikasikan pada Selasa (20/10).
Ketimpangan yang semakin meningkat selama pandemi di negara-negara kawasan berpotensi terjadi karena pengangguran yang meningkat. Apalagi pekerja yang kehilangan pekerjaan, terutama terjadi pada golongan berpenghasilan rendah.
Survei IMF menunjukan pandemi mulai berdampak pada pasar tenaga kerja di Asia. Indikator frekuensi pasar tenaga kerja yang tinggi telah merosot tajam dan jauh lebih besar daripada saat krisis keuangan global. Agregat jam kerja telah menurun, serta pengangguran melonjak. Kehilangan pekerjaan terkonsentrasi di industri dengan gaji yang lebih rendah.
Krisis mempengaruhi semua industri, tetapi sektor yang membutuhkan kontak manusia cukup tinggi seperti perhotelan dan ritel, serta sektor industri langsung seperti pertambangan, manufaktur, dan konstruksi mengalami penurunan terbesar. Partisipasi angkatan kerja pun menurun signifikan, khususnya untuk wanita.
Selain itu, pandemi telah memperburuk tren banyaknya tenaga kerja muda yang dipekerjakan. Di Asia, lebih banyak kaum muda yang kehilangan pekerjaan dibandingkan pekerja lain selama pandemi sehingga pengangguran kaum muda meningkat. "Terutama karena kaum muda bekerja di sektor dengan kontak manusia tinggi," kata IMF.
Kendati demikian, peningkatan ketimpangan bisa saja tidak terjadi jika kebijakan pemerintah bisa mengubah pola historis. Hal tersebut karena selama dua dekade epidemi apapun yang memiliki skala lebih kecil menyebabkan peningkatan koefisien gini secara ters menerus.
Direktur Eksekutif Center Of Reform on Economics Mohammad Faisal menegaskan bahwa ketimpangan merupakan masalah yang sangat serius. "Karena ini bukan hanya masalah ekonomi, bisa ke sosial, keamanan, hingga ke politik," ujar Faisal kepada Katadata.co.id, Jumat (23/10).
Untuk masalah ekonomi saja, ketimpangan yang lebar akan menyebabkan perekonomian didorong hanya oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Sementara masyarakat kecil tidak bisa mendorong perekonomian.
Dengan demikian, Faisal menyarankan agar pemerintah bisa semakin giat menggelontorkan bantuan selama pandemi terjadi. Bantuan untuk masyarakat kecil perlu terus diberikan dalam bentuk sembako atau bantuan langsung tunai.
Sedangkan untuk dunia usaha, bantuan bisa diberikan pemerintah melalui modal usaha dan insentif. Namun, stimulus untuk dunia usaha hanya perlu diberikan selama pandemi saja.
Adapun saat pandemi sudah bisa dikendalikan, Faisal menuturkan bahwa perlunya menciptakan lapangan kerja. "Harapannya dengan UU Omnimbus Law Cipta Kerja bisa merealisasi itu," kata dia.
Badan Pusat Statistik mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh rasio gini per Maret 2021 tercatat sebesar 0,381. Angka ini meningkat 0,001 poin jika dibandingkan dengan rasio gini September 2019 yang sebesar 0,380 dan menurun 0,001 poin dibandingkan dengan rasio gini Maret 2019 yang sebesar 0,382.
Berdasarkan data Bappenas, indeks rasio gini tahun ini akan berada pada level 0,379 - 0,381. Sementara dalam APBN 2021, indeks itu dipatok pada kisaran 0,377 - 0,379.