Pemerintah Kantongi Dividen Rp 378 T dari BUMN Penerima PMN
Kementerian Keuangan mencatat pemerintah dari Badan Usaha Milik Negara dan lembaga yang mengantongi penyertaan modal negara memberikan dividen atau bagian keuntungan kepada pemerintah mencapai Rp 378 triliun. Jumlah ini lebih besar dari PMN yang diberikan pemerintah pada periode yang sama atau sepanjang 2010-2019.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmawarta tak menyebutkan berapa besaran PMN yang diberikan pada periode tersebut.. "Namun secara agregat PMN sejak 2005-2019 itu Rp 233 triliun," kata Isa dalam Bincang Bareng DJKN dengan tema Dukungan Pemerintah Kepada BUMN pada APBN 2020, Jumat (20/11).
Secara perinci, total nilai PMN pada 2005-2019, terdiri dari Rp 215,7 triliun tunai dan Rp 17,3 triliun non tunai. Adapun PMN nontunai biasanya berasal dari konversi piutang pemerintah pada BUMN.
Dia menyebutkan bahwa penerimaan dividen secara finansial menjadi alat ukur sederhana efektivitas dari sebuah PMN. Dengan dividen yang lebih besar dari nilai suntikan negara, maka PMN dinilai sudah cukup baik.
Kendati demikian, Isa menegaskan PMN diberikan bukan semata-mata untuk mendapatkan dividen yang besar. "Bahkan mungkin saja untuk beberapa periode harus ikhlas untuk tidak mendapatkan dividen dalam jumlah besar," ujar dia.
Tujuan utama PMN, menurut dia, adalah bagian dukungan pemerintah saat memberikan penugasan pada perusahaan pelat merah. Sebagai contoh, suntikan negara kepada PT Hutama Karya diberikan untuk membangun jaringan tol di Pulau Sumatera.
Dari penugasan tersebut, Hutama Karya hingga kini belum mengantongi keuntungan. Namun dalam beberapa tahun ke depan, penugasan ini akan mendorong perekonomian Sumatera dan mendongkrak ekonomi nasional.
Pada tahun ini, pemerintah memberkan PMN kepada BUMN mencapai Rp 45,05 triliun. Angka tersebut terdiri atas PMN tunai Rp 16,9 triliun yang sudah berada dalam APBN 2020, dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional Rp 24,07 triliun, dan nontuai Rp 4,03 triliun.
Hingga awal November 2020, realisasi suntikan negara tersebut baru mencapai Rp 16,95 triliun. PMN tersebut diberikan kepada PT Perusahaan Listrik Negara Rp 5 triliun, PT Sarana Multigriya Finansial Rp 1,75 triliun, PT Geo Dipa Energi Rp 700 miliar. Kemudian kepada Hutama Karya Rp 3,5 trilin, PT Permodalan Nasional Madani Rp 1 triliun, dan PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Rp 5 triliun.
Ekonom Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa nilai dividen BUMN yang lebih besar dari nilai PMN tidak bisa dinilai sebagai indikator utama efektivitas suntikan modal negara. "Karena bisa saja dividen dipengaruhi oleh faktor lain," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (20/11).
Dia mencontohkan, PT Telekomukasi Indonesia Tbk yang bisa memberikan dividen yang besar karena penetrasi internet yang cepat di Indonesia. Kemudian, hal itu bertemu dengan bertumbuhnya ekomomi digital yang pertumbuhannya cukup signifikan.
Di sisi lain, Yusuf pun menuturkan bahwa masih ada beberapa perusahaan pelat merah yang masih memiliki tugas besar dalam mengoptimalkan PMN. Salah satunya yakni BUMN perkebunan.
Penyertaan Modal Negara yang diberikan pemerintah tak selalu menjamin kinerja keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berjalan baik. Ini terlihat dari laba bersih yang dimiliki oleh BUMN penerima PMN berkurang pada 2016 dan 2019 seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.