Rampung Bulan Depan, BPK Fokuskan Audit Bansos pada Rekanan
Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan tengah mengaudit anggaran bantuan sosial Covid-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dalam kasus korupsi. Hasil pemeriksaan ditargetkan rampung dan bakal dipublikasikan pada akhir Januari 2021.
Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengatakan proses audit dana bansos saat ini sudah dalam tahap akhir. Audit dilakukan sebelum KPK menangkap Julari dalam kasus dugaan suap pengadaan bansos.
"Dengan adanya kasus korupsi kami memperluas cakupan sampling pemeriksaan," ujar Achsanul dalam Konferensi Pers secara virtual, Selasa (29/12).
Perluasan sampling pemeriksaan dilakukan, termasuk pada tiga perusahaan yang menjadi rekan dalam penyaluran bansos Covid-19. Pemilihan rekanan menjadi salah satu fokus pemeriksaan karena dilakukan tanpa tender sehingga siapapun dapat ditunjuk untuk melakukan pekerjaan.
Adapun fokus kedua audit yakni kualitas bansos yang disalurkan. "Apa kualitas bansos, isinya, dan distribusinya ke mana saja dan apakah sesuai dengan yang dijanjikan dalam aturan atau tidak," katanya.
Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet tak memungkiri bahwa pola penyaluran bansos sembako rawan dikorupsi dengan cara menambahkan harga antara dua belah pihak, penyedia dan pembeli. "Idealnya memang bantuan diberikan dalam bentuk bantuan langsung tunai," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (29/12).
Namun, pemberian bantuan langsung tunai rawan digunakan untuk pembelian barang yang mempunyai eksternalitas negatif seperti membeli rokok. Alhasil, bantuan dalam bentuk BLT juga perlu dibarengi dengan kampanye atau sosialisasi kepada calon penerima bantuan tentang pentingmya dana bantuan tidak digunakan untuk barang yang sifatnya mempunyai eksternalitas negatif.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja bansos telah mencapai Rp 191,4 triliun per 30 November 2020. Realisasi tersebut tumbuh 80,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 105,9 triliun dan telah mencapai 112,1% dari pagu anggaran sebesar Rp 170,7 triliun.
Realisasi belanja yang telah melampaui target terutama dipengaruhi oleh pelaksanaan jaring pengaman sosial masa pandemi virus corona Covid-19, bantuan premi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI-JKN), serta pelaksanaan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP) yang mulai tahun 2020.
Secara perinci, penyerapan belanja bansos terdiri dari dana penanggulangan bencana Rp 5,3 triliun, bansos tunai, sembako, dan lainnya Rp 45,8 triliun, kartu sembako Rp 41,5 triliun. Kemudian, Program Keluarga Harapan Rp 36,7 triliun, PBI JKN Rp 44,6 triliun, KIP Kuliah Rp 6,8 triliun, dan Program Indonesia Pintar Rp 10 triliun.
Dengan belanja bansos yang melesat pada tahun ini, defisit APBN telah mencapai Rp 883,7 triliun atau 5,6% terhadap Produk Domestik Bruto per November 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pertumbuhan belanja bansos yang sangat tinggi guna melindungi konsumsi masyarakat miskin dan rentan selama pandemi. "Kenaikan defisit menggambarkan Covid-19 mempengaruhi ekonomi dan keuangan negara," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa Desember 2020 secara virtual, Senin (21/12).