Pengetatan PSBB, Obat Pahit Berlanjutnya Resesi Ekonomi di Awal 2021
- Pengetatan PSBB Jawa -Bali akan memperpanjang resesi ekonomi hingga kuartal I 2020
- Kondisi ekonomi berpotensi lebih buruk tanpa pengetatan PSBB
- Pemerintah masih optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai 5%
Tia, 35 tahun, pasrah dengan kebijakan pemerintah untuk kembali memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah Jawa dan Bali. Omzet warung kopi miliknya sudah turun drastis sejak pemerintah membatasi kunjungan di restoran maksimal 50%.
"Apalagi kalau dibatasi cuma 25%, paling hanya bisa mengandalkan online, akan semakin sulit menutup biaya operasional," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (7/1).
Restoran hanya satu dari sejumlah bisnis yang akan kembali diperketat mulai 11 Januari. Jam operasional pusat perbelanjaan akan dipersingkat hanya hingga pukul 19.00 WIB dan penerapan bekerja dari rumah atau Work Form Home menjadi 75%. Namun, ada 11 sektor esensial yang tetap bisa berjalan 100% sesuai kapasitas dan protokol kesehatan yang ketat, yakni pangan, energi, ICT, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri, pelayanan dasar, utilitas, dan objek vital nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pengetatan PSBB pasti akan berdampak pada konsumsi dan ekonomi secara keseluruhan. Namun, pemerintah tidak punya banyak pilihan.
"Ketika terjadi pengetatan pada April dan Mei, ekonomi kita turun. Kemudian saat September diberlakukan pengetatan di DKI juga konsumsi melambat lagi sehingga pengetatan PSBB ini pasti akan berdampak," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Pelaksanaan APBN 2020, Rabu (6/1)>
Menurut Sri Mulyani, pemerintah sadar pandemi Covid-19 membutuhkan pengelolaan yang luar biasa sehingga gas dan rem menjadi sangat penting. Masyarakat harus disiplin menerapkan protokol kesehatan agar jumlah kasus Covid-19 dapat kembali ditekan.
"Jika pembatasan tidak dilakukan, perekonomian akan lebih buruk. Masyarakat tentu harus membantu dengan disiplin terhadap protokol kesehatan sehingga dampak ke ekonomi tidak terlalu dalam," katanya.
Pasien positif Covid-19 bertambah 9.321 orang per 7 Januari 2021. Total Kasus mencapai 797.723 dengan 659.437 pasien dinyatakan sembuh dan 23.520 orang meninggal dunia.
Sri Mulyani belum dapat membeberkan dampak dari pembatasan ini terhadap kondisi perekonomian pada kuartal pertama tahun ini. Ekonomi pada kuartal IV masih akan minus 0,9% hingga 2,9%, sedangkan ekonomi sepanjang 2020 diproyeksi minus 0,7% hingga minus 2,2%. Sri Mulyani sebelumnya berharap ekonomi mulai positif pada kuartal keempat dan dapat kembali normal pada tahun ini.
"Dari sisi konsekuensi pengetatan PSBB ke pertumbuhan, nanti akan kami lihat perkembangan yang akan terjadi mulai tanggal 11 hingga dua minggu ke depan," katanya.
Meski ada pengetatan pembatasan, Menteri Koordinator Arilangga Hartarto masih optimistis pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini akan mencapai target sebesar 5%.
"Kami cukup optimis. Proyeksi akhir tahun kisaran 5%," kata Airlangga dalam acara Update PPKM di Berbagai Daerah Jawa dan Bali secara virtual, Kamis (7/1).
Optimisme tersebut, menurut dia, didukung oleh sejumlah indikator. Indeks Harga Saham Gabungan telah memasuki zona 6.000. Pada perdagangan hari ini, IHSG bahkan ditutup melesat 1,4% ke level 6.153.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga menguat dibandingkan posisi akhir tahun lalu, meski melemah tipis pada perdagangan hari ini. Kedua hal tersebut menunjukkan kepercayaan pasar dan sektor keuangan terhadap kebijakan pemerintah.
Selain itu, menurut dia, rencana vaksinasi Covid-19 berjalan dengan baik. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun telah melaporkan realokasi anggaran untuk vaksinasi Covid-19 tahun ini.
"Vaksinasi butuh dana Rp 65 triliun-73 triliun," katanya.
Resesi Berlanjut ke Kuartal I
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan ekonomi pada kuartal pertama akan kembali terkontraksi secara tahunan akibat pengetatan kembali PSBB. Apalagi wilayah Jawa dan Bali masih menjadi pendorong utama perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, ekonomi wilayah Jawa menyumbang 58,8%, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara berkontribusi 2,92% terhadap perekonomian nasional pada kuartal III 2020.
Meski demikian, ia memperkirakan dampak pembatasan tak akan sedalam saat kuartal II 2020 yang menyebabkan kontraksi ekonomi 5,32%. Vaksinasi yang akan mulai berjalan membuat optimisme masyarakat lebih baik.
"Kuartal pertama ini semula diharapkan tumbuh positif, tetapi dengan perkembangan pandemi dan pengetatan PSBB kemungkinan terkontraksi 1% hingga 0%," kata Josua kepada Katadata.co.id, Rabu (7/1).
Ia yakin perekonomian domestik akan kembali positif pada kuartal kedua 2021. Ini terutama karena kondisi ekonomi pada periode yang sama tahun lalu terkontraksi sangat dalam. "Low based-nya sangat rendah pada kuartal kedua tahun lalu minus 5,32% sehingga pertumbuhannya kemungkinan melonjak pada kuartal kedua tahun ini," katanya.
Josua tak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 3% hingga 4% meski ada pengetatan PSBB. "Saya belum mengubah proyeksi ekonomi tahun ini sembari menunggu progress vaksinasi. Tapi dari proyeksi 3% hingga 4%, pertumbuhan ekonomi tahun ini cendeurung mendekati batas bawah," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai pengetatan PSBB tak akan banyak berdampak terhadap ekonomi. Pengetatan ini berbeda dengan PSBB pada April-Mei 2020 yang benar-benar melarang aktivitas ekonomi.
"Tidak akan menyebabkan penurunan karena ekonomi kita memang masih mengalami kontraksi, tetapi pengetatan PSBB akan menahan laju pemulihan ekonomi yang saat ini sedang berjalan. Sulit untuk tumbuh positif pada kuartal I," katanya kepada Katadata.co.id.
Terlepas dari itu, menurut dia, pengetatan dibutuhkan untuk mencegah lonjakan kasus covid-19. Kasus yang terus meningkat dapat menganggu upaya penanggulangan pandemi termasuk rencana vaksinasi.
Ekonom Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan Eric Sugandi juga menilai pengetatan PSBB dibutuhkan meski akan menahan laju pemulihan ekonomi pada awal tahun ini. Tanpa pengetatan PSBB, pandemi berpotensi tidak terkendali dan membuat perekonomian sulit pulih secara ajeg atau berkelanjutan.
"Kalaupun terjadi kontraksi pada kuartal I, kontraksinya tidak akan sebesar pada kuartal II 2020 karena cakupan wilayah PSBB baru ini lebih sempit dan para pelaku ekonomi relatif sudah tahu mengenai prosedur kesehatan dan jaga jarak sosial yang harus dilakukan," katanya.