Potret Kelemahan Tata Kelola Pemerintahan Papua dan Papua Barat

Agatha Olivia Victoria
26 Januari 2021, 15:57
dana otsus,, dana otsus papua, papua barat, sri mulyani
ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Ilustrasi. Rata-rata sisa dana otsus Papua dan Papua Barat dalam tujuh tahun terakhir yaitu masing-masing Rp 528,6 miliar dan Rp 257,2 miliar.

Provinsi Papua dan Papua Barat masih teringgal dibandingkan sebagian wilayah lainnya di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan hal ini disebabkan oleh sejumlah kelemahan tata kelola pemerintahan di kedua wilayah tersebut. 

Dari segi kepatuhan penyampaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sekitar 33% pemerintah daerah di Papua masih belum memenuhinya dalam tiga tahun terakhir. Sementara itu, terdapat 29% pemda di Papua Barat yang masih belum memenuhi kepatuhan tersebut.

Adapun administrasi keuangan Papua belum optimal yang tercermin dari laporan keuangan 51,7% kabupaten/kota mendapat opini disclaimer dan adverse pada 2018. "Ini karena kewajiban laporannya tidak terpenuhi atau adanya suatu kasus," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite I Dewan Perwakilan Daerah secara virtual, Selasa (26/1).

Sementara, administrasi keuangan Papua Barat juga belum optimal yang terlihat dari laporan keuangan 38,5% kabupaten/kotanya berstatus Wajib Dengan Pengecualian. Di sisi lain, pemakaian dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat pun belum maksimal.

Rata-rata sisa dana otsus Papua dan Papua Barat dalam tujuh tahun terakhir yaitu masing-masing Rp 528,6 miliar dan Rp 257,2 miliar. Dana Tambahan Infrastruktur kedua provinsi tersebut pun tercatat memiliki sisa Rp 389,2 miliar dan Rp 109,1 miliar. "Bahkan pada 2019 saja sisanya sampai Rp 1,7 triliun dan Rp 370,7 miliar di saat masyarakat butuh anggaran tersebut untuk mengejar ketertinggalan," ujarnya.

Berdasarkan nilai monitoring Center for Prevention Komisi Pemberantasan Korupsi, Provinsi/Kabupaten/Kota Papua mendapat skor 34% atau terendah kedua di Indonesia. Papua Barat mendapat skor paling terendah yakni 31%. Nilai tertinggi diperoleh DKI Jakarta sebesar 91%.

Proses legislasi di kedua provinsi tersebut juga tidak berjalan dengan optimal. Di Papua, empat dari 13 Peraturan Daerah Khusus belum ditetapkan dan lima dari 18 Peraturan Daerah Provinsi belum di tetapkan. Sedangkan, tujuh dari 13 Perdasasus dan 12 dari 18 Perdasi di Papua Barat belum ditetapkan.

Selain itu, belanja pendidikan dan kesehatan baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat masih sangat rendah. Belanja pendidikan masing-masing tercatat hanya 13,8% dan 14,33% dari APBD sementara belanja kesehatan 8,7% dan 7,6%.

Dana otsus, Tranfer Ke Daerah dan Dana Desa, serta belanja kementerian/lembaga untuk Papua dan Papua Barat cenderung meningkat setiap tahun, sementara Pendapatan Asli Daerah cenderung stagnan. Dana otsus dan DTI kedua provinsi tersebut mencapai Rp 138,65 triliun pada 2002-2021. TKDD mencapai Rp 702,3 triliun pada 2005-2021 dan Belanja k/l mencapai Rp 251,29 triliun pada periode yang sama.

Anggota Komite I DPD Teras Narang berpendapat bahwa tata kelola Papua dan Papua Barat tak bisa hanya berfokus kepada monitoring dan evaluasi. "Pelaporan kepada publik turut menjadi penting dan harus satu paket dengan monitoring dan evaluasi," ujar Teras dalam kesempatan yang sama.

Tata kelola yang baik ke depannya harus menjadi suatu kebutuhan. Dengan demikian, masyarakat bisa percaya dengan pemerintahan daerah setempat.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...