Peneliti Soroti Tiga Penyebab Realisasi Bansos di Daerah Rendah
Realisasi anggaran pemerintah daerah (Pemda) berupa bantuan sosial (Bansos) untuk masyarakat terdampak Covid-19 pada semester I 2021 baru terealisasi Rp 4,6 triliun. Porsi itu hanya 18,2% dari nilai pagu Rp 25,46 triliun.
Menanggapi minimnya porsi realisasi Bansos dari Pemda tersebut, Peneliti INDEF Dhenny Yhuarta menyoroti tiga masalah utama yang jadi penyebab lambannya penyaluran anggaran daerah. Pertama, Dhenny menilai ruang fiskal anggaran Pemda sangat terbatas yang kemudian, kemudian didukung pula adanya anggaran mengendap di perbankan yang cukup besar sehingga implementasi di level daerah menjadi tidak efektif.
Di sisi lain, adanya ketidakpastian kebijakan pemerintah pusat terkait fokus alokasi pendanaan juga jadi dilematis bagi Pemda. Menurutnya anggaran infrastruktur jadi salah satu yang potensial untuk direalokasi untuk kebutuhan mendesak, namun Pemda masih kebingungan terkait berapa lama anggaran tersebut harus dialihkan.
"Ini yang mengakibatkan Pemda mungkin berhati-hati dalam penggunaan dana dan realokasi anggaran karena memang dari sisi penanganan yang masih terus berubah sedangkan dari kapasitas fiskalnya masih sangat sempit sekali untuk mengatasi ini," kata Dhenny saat hadir dalam sebuah diskusi virtual, Senin, (26/7).
Kedua, kapasitas birokrasi dan komitmen politik di daerah yang sangat beragam. Kata Dhenny komitmen politik di daerah terhadap pentingnya untuk mempercepat realisasi anggaran masih sangat rendah. Hal ini makin diperlambat juga dengan adanya mekanisme pencairan anggaran yang cenderung berjenjang dan setiap level memiliki tupoksi yang berbeda-beda.
"Ini mengapa susah juga mengharapkan anggaran pemerintah pusat bisa cepat terealisasi di daerah karena ada jenjang ketentuan administrasi yg berlevel, kemudian tupoksi organisasi juga beragam," ujarnya.
Sementara itu, penyaluran anggaran biasanya memerlukan proses verifikasi yang panjang untuk mendukung prinsip kehati-hatian. Menurutnya hal ini aspek yang penting, namun pemerintah juga perlu mempertimbangkan adanya kebutuhan yang prioritas dalam kondisi mendesak seperti sekarang.
Ketiga, faktor yang juga ikut memperlambat realisasi anggaran daerah karena kebiasaan pemda yang baru akan mempercepat realisasi di akhir periode. Hal ini kata Dhenny bukan hanya terjadi di daerah melainkan juga menjangkiti birokrasi di tingkat pusat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah konferensi pers virtual minggu lalu menyoroti realisasi anggaran daerah untuk bantuan sosial masyarakat masih sangat minim. Bantuan tersebut terdiri dari anggaran perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi yang masing-masing baru terserap Rp 2,3 triliun.
"Realisasi anggaran ini masih sangat kecil. Untuk perlindungan sosial baru 19,2%, sedangkan untuk pemberdayaan ekonomi baru 17,2%, padahal ini sudah bulan Juli, " kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual pada Sabtu, (17/7).
Anggaran ini berasal dari alokasi wajib yang harus ditetapkan daerah dari dana transfer umum (DTU). Anggaran bantuan ini rencananya akan dialokasikan untuk bansos masyarakat terdampak Rp 6,9 triliun, pemberian makanan tambahan dan perlindungan sosial lainnya Rp 5,2 triliun, pemberdayaan UMKM Rp 2,3 triliun, dan subsidi pertanian dan pemberdayaan ekonomi lainnya Rp 11 triliun.
Sementara itu, masih rendahnya penyerapan anggaran untuk bansos, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga mencatat anggaran daerah yang mengendap di perbankan justru semakin banyak. Pada Juni tahun ini dana Pemda yang tersimpan di perbankan mencapai Rp 190 triliun, jumlahnya naik dibandingkan bulan sebelumnya Rp 172 triliun kendati demikian masih sedikit lebih rendah dari periode yang sama tahun lali Rp 196 triliun.