Ekonomi AS di Bawah Ekspektasi, Rupiah Menguat ke 14.454 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,33% ke level Rp 14.435 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini usai rilis pertumbuhan ekonomi AS yang berada di bawah ekspektasi. Ekonomi AS tumbuh 6,5% secara tahunan, di bawah ekspektasi analis yang mencapai 8,3% tetapi sudah berhasil kembali pulih dari pandemi.
Mengutip Bloomberg, kurs rupiah bergerak melemah ke level Rp 14.454 per dolar AS hingga pukul 10.00 WIB. Namun, posisi ini masih menguat dari penutupan kemarin di level Rp 14.483 per dolar AS.
Mata uang asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Ringgit Malaysia menguat 0,17%, rupee India dan peso Filipina 0,13%, won Korea Selatan 0,04%, dan yuan Tiongkok 0,05%. Sementara Yen Jepang melemah 0,01%, dolar Hong Kong 0,03%, dolar Singapura 0,04%, dolar Taiwan 0,1%, dan bath Thailand 0,14%.
Namun, Analis pasar uang Ariston Tjendra mengatakan rupiah berpotensi bergerak melemah ke level Rp 14.510 per dolar AS, dengan potensi penguatan di level Rp 14.460 per dolar AS. Pelemahan terutama dipengaruhi memburuknya sentimen pasar terhadap aset berisiko khususnya di kawasan Asia.
"Aset berisiko terlihat tertekan pagi ini dengan penurunan indeks saham Asia dan indeks saham AS berjangka, selain itu nilai tukar emerging market pun terlihat melemah terhadap dolar AS." kata Ariston kepada Katadata.co.id, Jumat, (30/7).
Indeks saham Asia bergerak bervariasi, tetapi masih didominasi oleh pelemahan bursa saham utama. Indeks Nikkei 225 Jepang melemah 1,28% ke level 27.426, Shanghai SE Composite juga melemah 0,4% ke level 3.398, Indeks Hang Seng Hong Kong 1,04% menjadi 26.042, indeks KOSPI Korea Selatan 0,93% menjadi 3.212, indeks FTSE Malaysia 0,51% menjadi 1.505, indeks Straits Times Singapura 0,31% menjadi 3.170.
Sementara penguatan terjadi pada indeks S&P BSE Sensex India 0,4% menjadi 52.653, diikuti indeks TAIEX Taiwan 0,14% menjadi 17.426, Indeks Thai Set 50 0,18% menjadi 919, HNX Indeks Vietnam 1,54% menjadi 310, serta indeks PSEi Filipina 0,06% menjadi 6.500.
Dari dalam negeri, kekhawatiran pasar terhadap kondisi penyebaran Covid-19 yang tak kunjung menunjukkan pemulihan juga berpotensi membuat rupiah makin keok. Lonjakan kasus berpeluang membuat perekonomian tumbuh makin lambat dan berefek terhadap kinerja rupiah.
"Pasar kemungkinan masih mengkhawatirkan kenaikan kasus covid-19 di dunia, termasuk di Indonesia yang bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi." kata Ariston.
Penyebaran Covid-19 pada awal minggu ini sempat menunjukkan penurunan kasus, tetapi laporannya kembali meningkat dan masih berada di atas 40 ribu kasus positif harian dalam tiga hari terakhir. Kasus harian pada (29/7) tercatat bertambah 43.479 kasus baru, dengan kasus sembuh sebanyak 45.494 orang dan 1.893 kasus meninggal.
Kondisi Covid-19 sepanjang bulan Juli 2019 menjadi rekor tertinggi selama penanganan pandemi awal tahun lalu. Laporan kasus terbanyak tercatat pada 15 Juli sebanyak 56.757 kasus baru dalam sehari. Memasuki akhir pekan ketiga dan awal pekan keempat jumlah kasus harian dilaporkan menurun, namun belakangan diketahui penurunan kasus bersamaan dengan berkurangnya jumlah spesimen yang dites.
Dana Moneter Internasional atau IMF dalam laporan terbarunya menyebut, Indonesia bersama India akan menjadi negara paling menderita di antara negara anggota G20 lainnya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus dipangkas oleh sejumlah lembaga dunia akibat memburuknya penanganan Covid-19 dalam sebulan terakhir.
Kendati demikian, Ariston masih optimistis rupiah masih memiliki peluang untuk menguat sekalipun kenaikannya tipis. Hal ini terutama masih dipengaruhi oleh keputusan bank sentral AS yang mempertahankan suku bungan rendah dan belum menentukan waktu pasti pengetatan stimulus ekonomi.
"Di sisi lain, kebijakan mempertahankan pelonggaran moneter oleh the Fed bisa menahan laju pelemahan rupiah terhadap dolar AS." ujarnya.
Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan mendekati nol. The Fed memastikan ekonomi akan terus pulih meskipun ada kekhawatiran terhadap lonjakan kembali kasus Covid-19 di AS akibat varian Delta. Sesuai ekspektasi, Komite Pasar Terbuka Federal mengakhiri rapat yang digelar selama dua hari dengan mempertahankan suku bunga dalam kisaran target antara 0% dan 0,25%.