Pemerintah Gelar Lelang Sukuk Pekan Depan untuk Tarik Utang Rp 10 T
Pemerintah berencana kembali menarik utang lewat lelang surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk pekan depan, Selasa (7/9). Dari lelang sukuk ini, pemerintah mematok target indikatif Rp 10 triliun.
"Seri SBSN yang akan dilelang adalah seri surat perbendaharaan negara syariah(SPN-S) dan project based sukuk (PBS) untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2021," kata Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Dwi Irianti Hadiningdiyah dalam keterangan resminya, Selasa (31/8).
Lelang akan dibuka hari Selasa (7/9) pada pukul 09.00 WIB dan ditutup pukul 11.00 WIB. Hasil lelang akan diumumkan pada hari yang sama, sedangkan setelmen akan dilaksanakan dua hari setelah lelang atau Kamis (9/9).
Sukuk yang dirilis terdiri atas satu seri SPN-S dan lima seri PBS. Seri SPN-S08032022 yang dilepas merupakan penawaran baru atau new issuance dengan tanggal jatuh tempo 8 Maret 2022. Seri ini ditawarkan dengan kupon diskonto.
Seri PBS yang akan dilepas bersifat penawaran kembali atau reopening dengan rincian sebagai berikut:
- PBS031, tanggal jatuh tempo 15 Juli 2024 dengan kupon 4%
- PBS032, tanggal jatuh tempo 15 Juli 2026 dengan kupon 4,875%
- PBS029, tanggal jatuh tempo 15 Maret 2034 dengan kupon 6,375%
- PBS004, tanggal jatuh tempo 15 Februari 2037 dengan kupon 6,1%
- PBS028, tanggal jatuh tempo 15 Oktober 2046 dengan kupon 7,75%
Pemerintah menetapkan alokasi pembelian non-kompetitif sebesar 50% dari jumlah yang dimenangkan untuk seri SPN-S. Sementara untuk seri PBS, hanya 30% dari jumlah yang dimenangkan.
Sukuk seri SPN-S akan diterbitkan menggunakan akad Ijarah Sale and Lease Back dengan mendasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 72/DSN-MUI/VI/2008. Sedangkan seri PBS menggunakan akad Ijarah Asset to be Leased dengan mendasarkan pada fatwa DSN-MUI Nomor 76/DSN-MUI/VI/2010.
Underlying asset untuk penerbitan seri SPN-S akan menggunakan Barang Milik Negara (BMN) yang telah mendapatkan persetujuan DPR RI. Sementara seri PBS menggunakan proyek atau kegiatan dalam APBN 2021 serta sebagian juga menggunakan yang juga memakai BMN yang telah direstui oleh DPR RI.
Lelang sukuk akan dilaksanakan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai agen lelang. Sementara itu, lelang akan dilakukan dengan sifat open auction atau terbuka dan memakai metode multiple price atau harga beragam.
"Semua pihak, baik investor individu maupun institusi, dapat menyampaikan penawaran pembelian dalam lelang. Namun dalam pelaksanaannya, penyampaian penawaran pembelian harus melalui dealer utama yang telah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan," kata Dwi.
Pemerintah menunjuk 18 dealer utama, terdiri atas 14 bank dan empat perusahaan sekuritas. Bank yang ditunjuk antara lain, Bank Mandiri, BRI, BNI, Bank Permata, Bank Panin, bBank HSBC Indonesia, Bank OCBC NISP, Standard Chartered Bank, Bank CIMB Niaga, Bank Maybank Indonesia, Citibank N.A, BCA, BSI, dan Deutsche Bank AG.
Sementara perusahaan sekuritas yang ikut serta dalam lelang yakni, BRI Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Trimegah Sekuritas Indonesia, Bahana Sekuritas.
Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah pada Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun. Nolai tersebut naik 20,89 secara tahunan namun pertumbuhan bulanannya tipis yakni 0,23%. Rasio utang pemerintah terhadap PDB 40,51%, mengalami penyusutan dari bulan sebelumnya 41,35%.
Komposisi utang pemerintah bulan Juli masih didominasi surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.727,71 triliun, atau 87,18% terhadap total utang pemerintah. Utang berbentuk SBN, terdiri atas SBN domestik Rp 4.437,61 dan SBN valas Rp 1.290,09 triliun.
Utang pemerintah juga berasal dari pinjaman dari dalam negeri Rp 12,70 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 829,76 triliun. Adapun pinjaman luar negeri terbagi lagi ke dalam tiga kategori, yakni pinjaman bilateral Rp 312,64 triliun, pinjaman multilateral Rp 474,39 triliun dan pinjaman bank komersial Rp 42,73 triliun.