Mantan Bos Bank Aspac Mangkir dari Panggilan Satgas BLBI
Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali memanggil dua mantan bos bank Asia Pacific (Aspac) Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono yang seharusnya diwakili Eric Harjono. Namun, Eric mangkir dari pemanggilan yang dijadwalkan hari ini.
"Dilakukan pemanggilan kepada putra Setiawan Harjono yang merupakan obligor Bank Asia Pasific, yakni Eric Harjono. Namun yang bersangkutan tidak hadir," demikian terulis dalam keterangan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan yang diterima Katadata.co.id, Kamis (7/10).
Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono pertama kali dipanggil Satgas dalam pengumuman koran awal bulan lalu. Mereka dipanggil untuk melunasi utang sebesar Rp 3,57 triliun dalam rangka Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) Bank Aspac.
Berdasarkan keterangan tertulis Humas DJKN, Setiawan dan Hendrawan dijadwalkan bertemu Satgas pada 9 September, tetapi keduanya mangkir. Kemudian pertemuan dijadwalkan ulang dan pada 20 September, tetapi keduanya menghadap Satgas melalui kuasa hukum yang dikirim anak-anaknya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mengatakan bahwa pemerintah akan terus mengejar para pengemplang dana BLBI dengan berbagai cara. Pihaknya akan mengumumkan pemanggilan obligor secara terbuka melalui pengumuman koran jika yang bersangkutan mangkir dalam dua kali panggilan. Ini untuk mengembalikan aset negara Rp 110,45 triliun dari 48 obligor.
"Bila dipanggil satu kali tidak ada respons, dua kali tidak ada respons, maka memang kami mengumumkan ke publik siapa saja beliau itu dan kemudian akan dilakukan langkah selanjutnya," kata Sri Mulyani dalam Seremoni Penguasaan Fisik Aset Negara Eks BLBI, Jumat (27/8).
Dia mengatakan, pemerintah bahkan tidak segan untuk mengejar keturunan atau ahli waris jika obligor atau debitur diketahui telah meninggal. Pihaknya akan memeriksa aset potensial obligor. Ini akan dipakai sebagai pelunasan atas utang mereka, tidak terkecuali melalui aset yang berbentuk dana riba, aset perusahaan ataupun tanah.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Kemanan Mahfud MD juga sempat memperingatkan para obligor atau debitur nakal yang hendak lari dari penagihan. Mahfud mengatakan proses penyelesaian tagihan saat ini masih berjalan sesuai hukum perdata, kendati demikian bukan tidak mungkin untuk berubah menjadi pidana jika memenuhi kondisi tertentu.
"Meski sepenuhnya kami usahakan untuk selesai sebagai hukum perdata atau melalui proses perdata, bukan tidak mungkin jika nanti berjalannya bisa mengandung atau disertai tindak-tindak pidana," kata Mahfud saat hadir dalam prosesi ambil alih aset bekas BLBI secara virtual, Jumat (27/8).
Mahfud tidak memungkiri kemungkinan adanya tindakan debitur yang bisa dijatuhi hukuman pidana. Dia mencontohkan yaitu pemberian keterangan palsu, pengalihan aset yang secara sah sudah dimiliki negara, bahkan kemungkinan pemalsuan dokumen.