Penyaluran Kredit Bank Awal Tahun Ini akan Lebih Ketat dan Melambat
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan penyaluran kredit baru akan melambat pada kuartal pertama tahun ini. Kebijakan penyaluran kredit diperkirakan lebih ketat dibandingkan akhir tahun lalu.
Berdasarkan Survei Perbankan yang dirilis BI hari ini (21/1), kondisi perlambatan kredit ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada kuartal I 2022 sebesar 52%, lebih rendah dibandingkan 87% pada kuartal sebelumnya.
"Penyaluran kredit baru pada kuartal pertama 2022 diprioritaskan pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor Industri Pengolahan, dan sektor Perantara Keuangan," tulis BI, Jumat (21/1).
Sementara berdasarkan jenisnya, perbankan akan fokus menyalurkan kredit modal kerja (KMK), diikuti kredit investasi dan kredit konsumsi. Khusus untuk jenis kredit konsumsi, prioritas utama untuk penyaluran kredit pemilikan rumah atau apartemen (KPA/KPR), diikuti penyaluran kredit multiguna dan kredit kendaraan bermotor.
Responden survei memperkiakan kebijakan penyaluran kredit pada kuartal pertama tahun ini juga diperkirakan lebih ketat dibandingkan kuartal sebelumnya. Ini terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) sebesar 3,4%, sedikit lebih tinggi dibandingkan 2,6% pada kuartal sebelumnya.
Standar penyaluran kredit yang lebih ketat dibandingkan akhir tahun lalu perkirkarakan terjadi pada kredit konsumsi selain KPR dan kredit UMKM. Indeks ILS kredit konsumsi selain KPR naik ke 0,6% setelah kuartal sebelumnya masih lebih longgar dengan skor negatif 1,1%.
Kenaikan signifikan juga pada indeks ILS kredit UMKM, yakni dari 0,5% menjadi 2,2%. Indeks di atas 0% atau positif berarti standar penyaluran kredit menjadi lebih ketat, sebaliknya semakin negatif berarti semakin longgar.
Dengan perkembangan tersebut, survei BI juga menunjukan outstanding kredit tahun ini akan tumbuh 8,7% secara tahunan, lebih tinggi dari pertumbuhan kredit tahun lalu 5,2%.
"Responden menyampaikan bahwa prakiraan kinerja penyaluran kredit tahun 2022 didukung oleh optimisme terhadap kondisi moneter dan ekonomi, serta relatif terjaganya risiko penyaluran kredit," tulis BI.
Responden juga memperkirakan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) akan tumbuh melambat. Nilai SBT pertumbuhan DPK pada tiga bulan pertama tahun ini sebesar 17,4%, lebih rendah dibandingkan 78,5% pada kuartal sebelumnya.
Pertumbuhan DPK diperkirakan terjadi pada seluruh jenis instrumen, dengan SBT tertinggi pada instrumen tabungan sebesar 87,0%. Nilai SBT untuk giro dan deposito masing-masing sebesar 18,8% dan 2,9%. Meski begitu, ketiganya melambat dibandingkan periode sebelumnya.
Sementara itu, pertumbuhan DPK untuk keseluruhan tahun diperkirakan meningkat dari tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari SBT prakiraan penghimpunan DPK sebesar 93,8%, lebih tinggi dibandingkan 78,5% pada tahun sebelumnya. Optimisme tersebut dipengaruhi faktor kondisi likuiditas bank serta meningkatnya fasilitas dan pelayanan jasa bank.