Jabodetabek PPKM Level 3, Rupiah Ditutup Melemah ke 14.393 per US$
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 13 poin atau 0,09% ke level Rp 14.393 per dolar AS di penutupan perdagangan hari ini. Rupiah melemah di tengah pengumuman pemerintah yang menaikkan status PPKM Jabodetabek dan sejumlah wilayah menjadi level 3.
Mengutip Bloomberg, posisi penutupan rupiah sore ini sebenarnya hanya melemah 1 bps dari posisi pembukaan. Pergerakan rupiah cenderung menguat setelah sempat mencapai Rp 14.419 per dolar AS pada pukul 10.10 WIB.
Usai pemerintah mengumumkan kenaikan level PPKM untuk sejumlah wilayah, rupiah sempat jatuh ke level Rp 14.411 per dolar AS, tetapi berangsur menguat menuju sore hari.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah tidak terkontraksi terlalu dalam sekalipun pemerintah meengumumkan pengetatan mobilitas dengan kenaikan level PPKM. Hal ini dipengaruhi ekspektasi pasar yang melihat Indonesia sudah cukup siap merespon lonjakan Omicron.
"Kita harus tahu bahwa Omicron ini berbeda dari Delta. Pada saat masyarakat terkena Covid-19 omicron, masyarakat sudah divaksinasi sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan, sehingga PPKM level 3 ini tidak begitu menganggu ke pertumbuhan ekonomi," kata Ibrahim kepada Katadata.co.id, Jumat (7/2).
Pemerintah memutuskan meningkatkan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi Level 3. Selain Jabodetabek, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, hingga aglomerasi Bandung Raya juga akan memberlakukan PPKM Level 3.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kenaikan status ini bukan karena lonjakan kasus beberapa pekan terakhir. Perubahan status ini lantaran penelusuran kasus Covid-19 yang masih rendah.
Di samping pengumuman kenaikan status PPKM Level 3, pelemahan rupiah hari ini memang masih dibayangi sentimen eksternal, terutama dari Amerika Serikat. Data ketenagakerjaan Nonfarm Payroll menunjukkan pemulihan yang kuat pasar tenaga kerja Amerika, ditunjukkan dengan penambahan 467 ribu tenaga kerja baru pada bulan lalu. Seperti diketahui, Bank sentral Amerika (The Fed) menggunakan data ketenagakerjana ini sebagai salah satu pertimbangan untuk memulai pengetatan moneternya.
"Investor sekarang menunggu data inflasi AS, termasuk indeks harga konsumen, yang akan dirilis pada hari Kamis. Pembacaan yang kuat dapat meningkatkan taruhan kenaikan suku bunga The Fed pada Maret 2022," kata Ibrahim.
Mayoritas pasar memang saat ini melihat kenaikan bunga acuan pertama kemungkinan dimulai pada Maret. The Fed bahkan bisa mengambil langkah lebih agresif, yakni kenaikan 50 bps pada pertemuan Maret. The Fed bahkan berpeluang menaikkan bunga acuan hingga lima kali tahun ini.
Sementara itu, sentimen positif datang dari rilis data pertumbuhan ekonomi domestik. Ibrahim mengatakan, perekonomian yang tumbuh 3,69% pada tahun lalu dinilai menjadi sinyal positif berlanjutnya pemulihan sehingga berhasil menahan pelemahan terhadap rupiah yang tidak terlalu dalam.
Di samping itu, faktor pendorong rupiah masih bisa bertahan positif pada perdagangan hari ini karena adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Berdasarkan data hingga pagi ini pukul 08.00 WIB, total penerimaan negara dari program PPS sudah mencapai Rp 1,1 triliun.
"Artinya ini cukup bagus untuk perekonomian di Indonesia karena saat ini kita butuh dana yang cukup banyak, dengan adanya PPS ini bisa berdampak positif," kata Ibrahim.
Adapun program PPS ini sudah berjalan lebih dari sebulan sejak dimulai awal tahun ini. Program ini berjalan selama enam bulan sampai akhir Juni mendatang.