Viral Es Teh Somasi Konsumen, Ini Ide Pemerintah Batasi Konsumsi Gula
Es Teh Indonesia melayangkan somasi kepada salah seorang konsumen karena menyebut produk yang dicobanya terlalu manis. Meski akhirnya konsumen yang terkena somasi meminta maaf, cuitannya yang sudah ramai di media sosial membangun kesadaran sebagian warganet terkait kandungan gula dalam minuman berpemanis.
Kesadaran terkait dampak minuman berpemanis juga menjadi wacana yang ingin dibangun pemerintah dengan rencana menerapkan cukai minuman berpemanis. Kebijakan ini rencananya akan diterapkan tahun ini tetapi mundur dan kemungkinan akan diterapkan pada tahun depan.
Pemerintah berencana memberlakukan dua cukai baru yakni cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik pada tahun depan. Keduanya sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2023. Adapun saat ini, pemerintah hanya memiliki tiga jenis barang kena cukai, yakni tembakau, ethil alkohol, dan minuman mengandung ethil alkohol.
Apa alasan pemerintah menerapkan cukai minuman berpemanis?
Kajian terkait implementasi cukai minuman berpemanis maupun plastik saat ini masih berjalan di lintas kementerian. Kebijakan ini sebenarnya sudah digulirkan pemerintah sejak beberapa tahun lalu, tetapi semakin kuat diwacanakan sejak 2019.
Urgensi penerapan cukai minuman berpemanis muncul, antara lain seiring data Kementerian Kesehatan yang menunjukkan peningkatan jumlah pasien diabetes di Tanah Air.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Risdakes) pada 2018, terjadi peningkatan prevalensi diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter dari 1,5% pada 2013 menjadi 2% pada 2018. Sementara berdasarkan sample registration survey pada 2014 yang dilakukan Kemenkes, diabetes menjadi penyebab kematian nomor tiga di Indonesia.
Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga menunjukkan kekhawatiran. BPJS mencatat, biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan pasien katastropik mencapai Rp 20 triliun, salah satunya untuk pasien diabetes.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengan DPR pada tahun 2020 sempat mengusulkan cukai minuman berpemanis terbagi menjadi dua tarif berdasarkan jenis minuman. Produk teh kemasan dikenakan cukai Rp 1.500 per liter, sedangkan minuman berkarbonasi dan minuman berpemanis lainnya seperti energi drink, kopi, konsentrat dikenakan tarif Rp 2.500 per liter.
Namun, Lembaga non-profit, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengusulkan agar pengenaan cukai minuman berpemanis tak tanggung-tanggung, yakni mencapai 20% dari harga minuman berpemanis agar terasa dampak kebijakannya. Menurut CISDI berdasarkan beberapa praktik dan studi di beberapa negara seperti Amerika Latin, kenaikan cukai 20% bisa menurunkan konsumsi masyarakat terhadap minuman berpemanis dalam kemasan sebanyak 24%.
"Pengalaman cukai tembakau, kenaikan cukai yang malu-malu tidak cukup untuk menurunkan konsumsi tembakau Indonesia. Kita enggak mau ketika implementas, muncul narasi cukai tidak bisa menurunkan konsumsi," kata Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda dalam acara Forum for Young Indonesians (FYI) bertajuk Dunia Tipu-Tipu Minuman Berpemanis dalam Kemasan, Sabtu (17/9).
CISDI juga menilai, cukai perlu diterapkan secara menyeluruh ke semua bentuk produk pemanis, baik berupa cair, konsentrat maupun bubuk. Hal ini untuk menghindari perubahan perilaku masyarakat ke produk-produk pemanis yang tidak dikenakan cukai.
Berapa sebenarnya batas konsumsi gula?
Tak hanya mengusulkan tarif cukai hingga 20%, CISDI juga berharap pemerintah mendorong industri untuk memberikan label berisi informasi kandungan gula pada setiap produk minuman berpemanis. Label tersebut tak hanya berisi berapa kandungan gula dalam setiap minuman, tetap juga informasi terkait batas konsumsi gula per hari.
Mengutip heart.org, The American Heart Association merekomendasikan untuk membatasi gula tambahan tidak lebih dari 6% kebutuhan kalori setiap hari. Bagi kebanyakan wanita Amerika, konsumsi gula sebaiknya tidak lebih dari 100 kalori per hari, atau sekitar 6 sendok teh gula. Sementara untuk pria, konsumsi gula sebaiknya tidak lebih 150 kalori per hari, atau sekitar 9 sendok teh.
Rekomendasi tersebut berfokus pada semua gula tambahan, tanpa memilih jenis tertentu seperti sirup jagung fruktosa tinggi.
Sementara itu, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 10% dari total energi atau sekitar 200 kkal. Konsumsi tersebut setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari.