Penjelasan BI soal Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2023 yang Pesimistis
Bank Indonesia menyebut asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan yang diperkirakan 4,37% hanya merupakan acuan untuk penyusunan anggaran tahunan BI (ATBI) 2023. Gubernur BI Perry Warjiyo mengaku siap mendukung target pertumbuhan pemerintah yang lebih ambisius pada tahun depan yakni mencapai 4,5%-5,3%.
"Mohon maaf, memang beberapa asumsinya sangat konservatif, tapi itu adalah berkaitan dengan anggaran, dari sisi kebijakan kami tetap mengupayakan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,3%," ujar Perry di depan anggota Komisi XI DPR RI dalam rapat Pengambilan Keputusan RATBI 2023, Rabu (23/11).
Selain kebijakan moneter yang diarahkan menjaga stabilitas, stance kebijakan BI lainnya akan diarahkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Kebijakan suku bunga, kata Perry, akan dilakukan secara terukur dan mengupaya stabilitas nilai tukar. Ia juga siap memberikan insentif dari sisi kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran hingga pengembangna UMKM.
Bos BI itu sebetulnya sudah buka suara terkait alasan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan lebih rendah dalam rapat penyampaian RATBI 2023 dengan Komisi XI awal pekan ini. Perry bilang, pertumbuhan yang ditargetkan konservatif dalam RATBI bertujuan agar lebih berhati-hati dengan harapan hasilnya lebih baik. Selain itu, pertumbuhan juga akan lebih rendah karena BI perlu menekan inflasi.
"Tugas kami harus mengembalikan inflasi ke bawah 4%, sehingga implikasinya karena timbangannya ke situ, tentu saja pertumbuhan ekonominya bisa jadi lebih rendah," kata Perry, Senin (21/11).
Perry mengatakan dalam penyusunan RATBI ada beberapa opsi yang dipertimbangkan bank sentral. Ini termasuk pertimbangan untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, tetapi membiarkan nilai tukar melemah dan inflasi tinggi.
Di depan anggota Komisi XI, Perry saat itu menyatakan terbuka dengan berbagai masukan dari parlemen. Namun, ia menyebut asumsi yang disampaikannya itu merupakan hasil renunang setelah mempertimbangkan berbagai hal, termasuk soal penyusunan APBN 2023.
"Tentu saja ini dengan mendasarkan mandat kami yang sesuai UU lebih kepada inflasi dan nilai tukar, sehingga kami lebih memprioritaskan itu, semoga kondisinya tidak memburuk sehingga kami bisa beralih lebih kepada pertumbuhan ekonomi," kata Perry.
Beberapa analis sebelumnya menyoroti asumsi pertumbuhan 2023 versi BI yang dinilai cukup konservatif. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan melambat menjadi 4,37%, di bawah ekspektasi pasar dan mayoritas ramalan lembaga internasional yang memperkirakan pertumbuhan dapat berada di kisaran 5% maupun target dalam APBN 2023 sebesar 5,3%.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut disampaikan BI sebagai asumsi dalam Rencana Anggaran Tahunan BI (RATBI) 2023 yang disampaikan kepada Komisi XI DPR pada Senin(21/11). BI melihat pertumbuhan ekonomi tahun depan akan melambat dari perkiraan tahun ini 5,12%. Meski demikian, bamk sentral menyebut prospek pertumbuhan tersebut tetap tinggi didorong oleh permintaan domestik, yakni konsumsi dan investasi serta kinerja ekspor yang masih tetap positif meski melambat.
Bukan hanya pertumbuhan ekonomi, asumsi terkait rupiah tahun depan yang diajukan BI dalam RATBI juga lebih berbeda dengan target dalam APBN 2023. Asumsi rupiah dalam APBN 2023 sebesar Rp 15.480 per dolar AS, sementara dalam asumsi BI adalah Rp 15.070 per dolar AS. Namun dari sisi inflasi, asumsi APBN dengan RATBI sejalan.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie kemudian menyoroti asumsi BI yang jauh lebih rendah dibandingkan target APBN 2023. Padahal, menurut doa.BI juga ikut serta dalam merumuskan beberapa asumsi dalam APBN salah satunya nilai tukar.
"Ini bagaimana mempertemukan titik tengahnya, kan tidak bisa pada saat pembahasan APBN 2023 Gubernur BI ada di sini juga, dengan pendapatanya juga, tapi kemudian tidak bisa ketika penyusunan ATBI menghindari dari risiko moneter dan menyerahkan risiko itu ke fiskal," kata Dolfie dalam rapat Senin kemarin (21/11).
Terkait asumsi nilai tukar yang lebih rendah dari target APBN, Perry mengatakan bank sentral berupaya membawa rupiah kembali ke titik tengah target yang pernah disampaikan sebelumnya, yakni di kisaran Rp 15.000 per dolar AS. Ia mengaku sejauh ini telah menggelontorkan upaya ekstra untuk menjaga rupiah tidak amblas terlalu dalam ditengah berbagai gejolak yang ada, termasuk menguras cadangan devisa.
Meski sempat ada pro kontra, Komisi XI DPR RI menyepakati berbagai asumsi yang disampaikan BI tersebut.