Ramai PHK Massal, Kinerja Industri Tekstil Justru Moncer Tahun Lalu
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) subsektor industri tekstil dan pakaian jadi pada tahun lalu mencapai 9,34%, melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional 5,31%. Sektor ini sempat diterpa isu maraknya pemutusan hubungan kerja atau PHK massal.
Pertumbuhan subsektor industri tekstil tersebut bahkan hampir dua kali lipat dari pertumbuhan sektor industri pengolahan secara keseluruhan sebesar 4,89%. Industri ini tumbuh kuat bersama subsektor lainnya. seperti industri kulit, barang kulit dan alas kaki 9,36%, industri logam dasar 14,8%, industri mesin dan perlengkapan 11,4%, dan industri alat angkutan 10,7%.
Meski demikian, kinerja industri tekstil secara kuartalan memang terkontraksi. Saat kabar PHK ramai pada kuartal III 2022, sektor ini terkontraksi 0,92% dibandingkan kuartal sebelumnya. Kontraksi berlanjut pada kuartal empat tetapi lebih rendah, sebesar 0,43% dibandingkan kuartal III.
Kinerja positif pertumbuhan sektor tekstil sepanjang tahun lalu tidak lepas dari ekspornya yang naik. Nilai ekspor komoditas pakaian dan aksesoris rajutan secara kumulatif pada tahun lalu naik tipis dibandingkan tahun 2021 sebesar 6,5%. Meski demikian, memang terjadi tren penuruna menjelang akhir tahun.
Pada kuartal pertama tahun lalu, nilai ekspornya US$ 1,26 miliar, kemudian menyusut tersisa US$ 987 juta pada kuartal empat. Ini berkebalikan dengan tren 2021 yang cendeurng naik menuju akhir tahun.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdan mengatakan, perusahaan industri TPT dan alas kaki melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK akibat omzet turun signifikan. Jumlah pekerja industri ini di Jawa Barat yang terdampak pemutusan hubungan kerja sudah mencapai 79 ribu orang per November 2022.
"Sayangnya ini yang turunnya sektor ekspor yang padat karya, yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Ini yang menjadi catatan buat kita semua dan jangan dianggap enteng," ujar Hariyadi dalam acara Indef "Mengelola Ketidakpastian Ekonomi Di Tahun Politik", pada Senin (5/12).
Sementara itu, Ketua API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja memerkirakan PHK massal berpotensi kembali terjadi tahun ini bila pasar dalam negeri tidak bisa dipertahankan karena serbuan impor. Menurut dia, upaya mempertahankan pasar dalam negeri dianggap penting karena permintaan global bakal menurun signifikan seiring potensi resesi.
Jemmy meminta perhatian pemerintah agar mendorong masyarakat mengutamakan produk dalam dalam negeri. API memperkirakan resesi global bakal membuat permintaan ekspor industri TPT dan alas kaki turun signifikan sekitar 30-50% pada 2023.