BI Optimistis Rupiah Akan Terus Menguat, Ini Lima Faktornya
Bank Indonesia optimstis rupiah masih berpotensi terus menguat ke depan ditopang oleh lima faktor pendukung. Rupiah sempat melemah beberapa hari terakhir di tengah kekhawatiran pasar terhadap sikap bank sentral Amerika Serikat, The Federeal Reserve yang masih hawkish.
"Ke depan, BI memperkirakan rupiah terus menguat sejalan prospek ekonomi yang semakin baik dan fundamental ekonomi yang kuat, sehingga akan mendorong penurunan inflasi lebih lanjut," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (18/2).
Ia menjelaskan, ada lima alasan rupiah berpotensi menguat ke arah fundamentalnya, sebagai berikut:
- Rupiah terbantu oleh fundamental pertumbuhan ekonomi domestik yang baik. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik dapat mencapai 5,1%. Sekalipun melambat dibandingkan tahun lalu, perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan sebelumnya yang berada di bawah 5%.
- Inflasi yang terus menurun. Bank sentral memperkirakan inflasi secara keseluruhan akan turun di bawah 4% pada paruh kedua dengan inflasi inti sesuai target. Inflasi yang rentan, menurut Perry, akan membantu imbal hasil investasi secara riil menjadi lebih menarik.
- BI akan membuat imbal hasil obligasi pemerintah jangka pendek lebih menarik bagi investor dan menarik masuknya modal asing. Salah satu senjata BI menjaga rupiah dengan operation twist, yakni menjual SBN jangka pendek dan membeli SBN tenor panjang di pasar sekunder. Hal ini akan mendorong kenaikan yield SBN jangka pendek dan menjaga yield jangka panjang.
- Komitmen bank sentral terus menstabilkan rupiah. BI akan melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder
- Ketidakpastian pasar keuangan global yang mereda. "Sehingga berdampak pada meningkatnya aliran modal global ke negara berkembang. Tekanan depresiasi nilai tukar di berbagai negara tersebut berkurang," kata Perry.
Perry mengatakan, inflasi global akan menurun secara gradual dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan gangguan rantai pasokan. Inflasi yang melandai diperkirakan mendorong kebijakan moneter ketat di negara maju mendekati titik puncaknya meski masih tetap tinggi di sepanjang 2023.
Rupiah memang menguat sejak awal tahun ini. Namun, kurs garuda terpantau melemah sejak pekan lalu kembali ke bawah Rp 15.000/US$ terutama setelah rilis data tenaga kerja AS bulan Januari 2023 yang lebih kuat dari ekspektasi pasar. Data ini memicu ekspektasi bank sentral AS, The Fed masih akan tetap hawkish.