Faisal Basri Sebut Jokowi Gagal Wujudkan Transformasi Ekonomi

Abdul Azis Said
21 Februari 2023, 20:34
Faisal Basri Sebut Jokowi Gagal Wujudkan Transformasi Ekonomi
Agung Samosir|KATADATA
Ekonom senior Faisal Basri

Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin mendekati masa akhir kepemimpinannya seiring perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun depan. Dalam perjalanannya memimpin bangsa, Ekonom senior Faisal Basri menilai, Jokowi belum berhasil mewujudkan transformasi ekonomi dan tak mampu memenuhi janjinya.

Ia menyinggung, presiden ketujuh Indonesia itu gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan. Pada periode pertamanya, Jokowi menjanjikan pertumbuhan ekonomi 7%, namun realisasinya jauh lebih rendah hanya 5,03%. Pada periode kedua, bahkan berisiko jauh lebih rendah lagi karena ekonomi dihantam pandemi. 

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 atau periode pertama pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02%, tumbuh lebih rendah setahun sebelumnya 5,18%.

Ekonomi Indonesia pada 2019 bila diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 15.833,9 triliun dengan PDB perkapita mencapai Rp 59,1 juta. Kemudian, sepanjang tahun 2022, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,31% dibanding capaian tahun 2021 yang tumbuh 5,01%. 

"Kalau dilihat apa sih yang tidak dilakukan atau gagal dilakukan Jokowi adalah transformasi ekonomi," kata Faisal dalam Peluncuran Survei Politik Kurious, Selasa (21/2).

Ia menilai, kualitas perekonomian Indonesia semakin rendah di era Jokowi. Hal ini tercermin dari sumbangan industri pengolahan ke perekonomian terus menyusut.

Sektor ini berkontribusi 18,34% terhadap ekonomi pada tahun lalu, menyusut 2,74 poin persentase selama era Jokowi. Penurunan juga terjadi pada sektor industri pengolahan khususnya nonmigas.

Sebaliknya, ketergantungan terhadap sektor berbasis komoditas justru meningkat. Sektor pertambanagan menyumbang 12,22% ke perekonomian tahun lalu, meningkat 2,39 poin presentasi dalam delapan tahun. Lengkapnya seperti tergambar pada grafik di bawah ini: 

Faisal menyebut, salah satu bukti bahwa suatu perekonomian semakin maju yakni ketergantungan terhadap komoditas semakin menurun. Hal ini berkebalikan dengan kondisi yang dialami Indonesia beberapa tahun terakhir.

"Ngomong industri terus, baterai listrik, mobil listrik tapi realitasnya mundur terus, padahal industri tulang punggung ekonomi, kalau tulang belakang sakit susah ngapa-ngapain," ujarnya.

Selain itu, ia mengkritik pemerintahan Jokowi yang punya target ambisius untuk mengangkat perekonomian tetapi minim usaha. Salah satu mesin untuk mendorong perekonomian yakni lewat keuangan negara atau APBN, karena itu untuk mendukung APBN maka perlu penerimaan negara yang kuat. 

Ia menyebut, penerimaan negara justru terus menyusut, tercermin dari rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB yang menjadi 10,44% pada tahun lalu. Selama beberapa tahun terakhir bahkan menyusut ke satu digit di bawah 10%. Realisasi tahun lalu menurun dibandingkan 2014 sebesar 13,7%.

Penerimaan negara tidak meningkat sehingga kas negara makin pas-pasan. Faisal juga menyebut belanja negara juga banyak mengalir hanya untuk pembayaran bunga utang hingga gaji PNS, sementara belanja untuk bansos yang dirasakan masyarakat tak banyak.

"Ini gara-gara banyak maunya tapi tidak banyak melakukan upaya untuk meningkatkan penerimaan supaya keinginannya terwujud, jadinya gelap mata," kata Faisal.

Sebaliknya, pemerintah mengklaim beberapa kesuksesan ekonomi, salah satunya daya saing perekonomian Indonesia yang dianggap semakin membaik. Hal ini membantu makin derasnya arus masuk investasi yang tidak lagi melulu berkosentrasi di pulau Jawa. 

"Daya saing kita membaik didukung oleh infrastruktur yang pemerataannya dilakukan di semua provinsi. Alhamdulillah itu sangat mendukung sekali stabilitas ekonomi kita sekarang," kata Jokowi di Youtube Sekretariat Presiden, (11/1).

Jokowi menyebut, semakin derasnya investasi asing yang masuk membantu mengurangi jumlah pengangguran. Pada Agustus tahun lalu, angka pengangguran sebesar 5,86%, menyusut dari 7,07% pada tahun pertama pandemi.

Indikator pembangunan lainnya juga menunjukkan perbaikan setelah terhantam pandemi. Angka kemiskinan kembali turun ke 9,57% pada September tahun lalu, dari tahun pertama pandemi yang melonjak ke 10,19%.

Reporter: Abdul Azis Said

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...