BI Tahan Suku Bunga Acuan di Tengah Masalah SVB dan Credit Suisse

Abdul Azis Said
16 Maret 2023, 14:32
BI, gubernur bi, suku bunga, silicon valley bank, credit suisse
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan akan terus memperkuat stabilitas rupiah untuk memitigasi ketidakpastian global, termasuk dampak rambatan penutupan bank di AS terhadap pasar keuangan domestik dan rupiah.

Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,5% di tengah kejatuhan tiga bank di Amerika Serikat, termasuk Silicon Valley Bank dan masalah Credit Suisse. Bank Sentral memastikan stabilitas rupiah dan masih optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di batas atas perkiraan 4,5% hingga 5,3%. 

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15-16 Maret 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 days reverse repo rate sebesar 5,75%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Januari 2023, Kamis (16/3).

Suku bunga fasilitas simpanan alias deposit facility diputuskan tetap 5%. Demikian pula dengan bunga pinjaman atau lending facility tetap  sebesar 6,5%. BI sejak Agustus 2022 hingga bulan lalu telah menaikkan suku bunga acuannya mencapai 2,25%.  

Keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan diambil di tengah gonjang-ganjing pasar keuangan global akibat kejatuhan Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan Silvergate Bank. Goncangan di pasar keuangan akibat kejatuhan tiga bank AS tersebut ikut menyeret Credit Suisse. 

Saham Credit Suisse anjlok hingga 60% pada perdagangan kemarin. Ini bukan hanya imbas dari tekanan pasar keuangan karena kejatuhan bank di AS, tetapi juga dampak dari pernyataan salah satu investor Credit Suisse yang menyatakan tak akan menyuntikkan lagi dana ke bank tersebut. 

Namun demikian, regulator keuangan bank akan memastikan kondisi Credit Suisse baik-baik saja dan siap menggelontorkan likuiditas. Tawaran ini langsung diambil Credit Suisse yang bersiap menarik pinjaman dari bank sentral hingga 50 miliar franc atau Rp 828 triliun untuk meyakinkan investor dan nasabah. 

Meski tekanan di pasar keuangan global meningkat, Perry masih meyakini pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini akan lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya, yakni mencapai 2,6%. Ini seiring dampak positif pembukaan ekonomi Cina dan mulai menurunnya disrupsi suplai global. 

"Pertumbuhan ekonomi AS dan Eropa akan lebih baik dari proyeksi sebelumnya, diikuti risiko resesi yang menurun. Perbaikan prospek global diperkirakan akan menaikkan harga komoditas nonenergi," ujarnya. 

Seiring kondisi ekonomi global yang membaik, BI melihat prospek ekonomi Indonesia pada tahun ini juga lebih cerah. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan berada di batas atas perkiraan 4,5% hingga 5,3%. 

Di sisi lain, inflasi juga terkendali pada Februari 2023 meski sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 5,75% secara tahunan. Namun demikian, inflasi inti terlihat melambat  pada bulan lalu menjadi 3,09% secara tahunan. BI pun memperkirakan onflasi inti akan tetap terkendali pada kisaran 3%. Inflasi hargankonsumen juga akan kembali berada di kisaran 3% setelah September 2023 seiring berakhirnya dampak penyesuaian harga BBM. 

BI juga memastikan pergerakan rupiah tetap stabil di tengah gejolak ekonomi global. Adapun nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini telah melemah 1,24%. "BI  akan terus memperkuat  stabilitas rupiah untuk memitigasi ketidakpastian global, termasuk dampak rampatan penutupan bank di AS terhadap pasar keuangan domestik dan rupiah," kata dia. 

Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...