Sri Mulyani dan Perry Bagikan Resep Stabilnya Ekonomi RI saat Pandemi
Indonesia berhasil melewati masa-masa sulit pandemi Covid-19. Ekonomi Indonesia sudah kembali ke level sebelum pandemi, serta tumbuh mencapai 5,3% pada tahun lalu dan diperkirakan kembali tumbuh di atas 5%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan alasan dibalik kemampuan ekonomi Indonesia pulih dari pandemi Covid-19. Salah satu yang penting adalah bagaimana otoritas merumuskan respons kebijakan yang pruden dan inovatif. Ini penting untuk memitigasi risiko dari dampak rambatan global, sekaligus mendukung pemulihan ekonomi domestik.
Perry menekankan pentingnya bauran kebijakan Bank Indonesia yang meliputi kebijakan moneter untuk stabilitas makroekonomi agar inflasi terjaga, kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk menunjang pertumbuhan dengan menyeimbangkan intermediasi serta ketahanan sektor keuangan dan kebijakan sistem pembayaran untuk mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital.
“Dalam merumuskan kebijakan, kita harus berjalan bersama agar sinergis" ujar Perry dalamGala Seminar ASEAN 2023: “Enhancing Policy Calibration for Macro Financial Resilience di Nusa Dua, Bali, Rabu (29/3).
Senada, Menteri Sri Mulyani mengatakan pentingnya melakukan kalibarasi kebijakan seiring dinamika perekonomian. Ini terutama karena setiap tahun tantangan berbeda muncul dari sumber risiko yang beragam. Adapun pandemi membawa tantangan yang luar biasa yang dampaknya masih perlu ditangani meski sudah berakhir.
Menurut dia, dampak pandemi perlu dijaga agar tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan melalui koordinasi antar lembaga. Hal ini diimplementasikan dengan konsolidasi bersama BI untuk rekalibrasi bauran kebijakan.
Sinergi pemerintah dengan Bank Indonesia dan OJK juga terbukti dapat menjaga ketahanan ekonomi Indonesia. Di kawasan, menurut dia, ASEAN juga telah bersinergi, diantaranya dengan inisiatif jaring pengaman keuangan regional (Chiang Mai Initiative Multilateralization/CMIM).
Adapun risiko global yang meningkat terutama di sektor perbankan memberikan tantangan pada jalur pemulihan ekonomi. Eskalasi konflik geopolitik, serta pengetatan moneter yang agresif sebagai respons terhadap tekanan inflasi juga menyebabkan melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi global dan mulai munculnya tantangan stabilitas perbankan.