Ekonom BRI: Tak Perlu Khawatir Resesi Ekonomi Global

Shabrina Paramacitra
Oleh Shabrina Paramacitra - Tim Publikasi Katadata
11 Mei 2023, 20:17
Indonesia dinilai mampu melewati risiko resesi dengan bertumpu pada permintaan domestik.
BRI
Chief Economist BRI cum Direktur Utama BRI Research Institute Anton Hendranata

Berakhirnya masa pandemi Covid-19 menimbulkan masalah baru bagi perekonomian dunia, seperti disrupsi rantai pasok. Akibatnya, inflasi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa merangkak naik. Gangguan suplai dan produksi yang kian meluas, serta krisis energi dan pangan menyebabkan inflasi tak tertahankan.

Dalam 40 tahun terakhir, inflasi AS dan Eropa memecahkan rekor tertinggi, masing-masing sekitar 9 persen secara year-on-year (YoY) per Juni 2022, dan 10 persen (YoY) per Oktober 2022.

Chief Economist PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Anton Hendranata, menjelaskan inflasi supertinggi telah direspons dengan kenaikan suku bunga acuan secara agresif dan signifikan oleh sebagian bank sentral di AS, Eropa, dan sebagian besar negara-negara berkembang. Konsekuensinya, perekonomian global berada dalam risiko yang besar.

“Antibiotik suku bunga dengan dosis tinggi selama lebih dari dua tahun memang berhasil mematahkan tren kenaikan inflasi, inflasi mulai turun terbatas. Namun, efek buruknya lebih mengkhawatirkan yaitu perekonomian global di ambang resesi,” kata Anton dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (11/5).

Suku bunga tinggi sangat membebani perekonomian global dan dunia usaha, serta menurunkan daya beli masyarakat. Beban bunga pinjaman yang tinggi menohok sektor riil dan perbankan, termasuk masyarakat yang sangat bergantung pada kartu kredit.

Contoh nyata dari masalah tersebut terbukti lewat jatuhnya tiga bank AS, yakni Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan First Republic Bank. Hal itu diakibatkan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS secara signifikan, dari 0,25 persen menjadi 5 persen.

Selain itu, tingginya suku bunga acuan di AS mengakibatkan peningkatan suku bunga kredit perumahan, yang kemudian menyebabkan tingkat pengajuan kredit pemilikan rumah menurun.

“Penurunan kinerja sektor properti AS ini harus disikapi dengan hati-hati. Karena, pertumbuhan private residential fixed investment turun secara signifikan, mendekati kondisi seperti krisis finansial global tahun 2008,” lanjut Anton yang juga merupakan Direktur Utama BRI Research Institute itu.

Akibat lainnya yakni kurva imbal hasil US Treasury tenor dua tahun lebih tinggi dibanding US Treasury tenor 10 tahun.

Anton menjelaskan, berdasarkan penghitungan model ekonometrika yang dibangun melalui metode Markov Switching Dynamic Model pada Juli 2022, terlihat bahwa probabilitas AS mengalami resesi ekonomi tahun ini sebesar 80 persen. Angka itu naik menjadi 91 persen pada April lalu.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...