Ekonomi Dunia Pulih Tahun Depan, IMF Justru Pangkas Prospek Ekonomi RI
Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksinya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan dari proyeksi yang dibuat pada April sebesar 5,2% menjadi 5%. Sementara itu, prospek pertumbuhan ekonomi tahun ini dipertahankan sebesar 5%.
Prospek ekonomi Indonesia tahun depan dipangkas saat output global justru diperkirakan stabil dengan pertumbuhan 3%. Kinerja global ini ditopang prospek ekonomi negara maju yang perkiraannya tidak berubah saat prospek ekonomi di negara berkembang dan emerging market diturunkan 0,1 poin dari perkiraan sebelumnya.
Di kawasan, prospek ekonomi Thailand tahun depan juga dipangkas lebih dalam dibandingkan Indonesia sebesar 0,3 poin menjadi 5,5%. Sementara prospek ekonomi Malaysia dan Thailand tidak berubah masing-masing 4,5% dan 3,6%.
IMF dalam laporan terbarunya juga membawa kabar positif terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini. Pertumbuhan ekonomi direvisi ke atas dari sebelumnya 2,8% menjadi 3%.
"Ekonomi global terus pulih secara bertahap dari pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina. Dalam waktu dekat, tidak bisa dipungkiri mulai terlihat tanda-tanda kemajuan," kata Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam keterangannya dikutip Rabu (26/7).
Prospek yang membaik itu juga didukung berakhirnya masa Pandemi Covid-19 dan tekanan inflasi yang menunjukkan perbaikan seiring disrupsi rantai pasok yang tertangani dan harga-harga pangan mulai turun. Tekanan dari pasar keuangan juga tetap terkendali setelah serangkaian krisis perbankan di AS dan Swiss kuartal pertama tahun ini.
Meski demikian, IMF juga mengingatkan masih banyak tantangan ekonomi dunia ke depan. Lembaga berbasis di Washington DC, AS itu bahkan mengingatkan masih terlalu dini untuk merayakan kabar baik tersebut.
"Pertumbuhan yang lebih kuat dan inflasi yang lebih rendah dari yang diharapkan adalah berita yang disambut baik, menunjukkan ekonomi global menuju ke arah yang benar. Namun, meski beberapa risiko merugikan telah dimoderasi, keseimbangannya tetap miring ke bawah," kata Pierre.
Salah satu tantangannya adalah pemulihan ekonomi dunia kemungkinan kehilangan momentum. Di AS, kenaikan suku bunga tinggi membebani ekonomi dan tabungan masyarakat sudah mulai habis karena biaya hidup makin mahal. Hal serupa juga terjadi di Cina, pemulihan ekonomi ternyata tak secepat yang diperkirakan meski kebijakan restriksi Covid-19 dilonggarkan. Negeri Panda itu juga masih terbebani persoalan di sektor propertinya.
Tantangan lainnya, yakni inflasi inti, yang tidak menghitung kenaikan harga pangan dan energi, relatif tertahan tinggi terutama di negara maju. Hal ini terutama dipengaruhi oleh pasar tenaga kerja yang masih ketat dan gaji.