Faisal Basri: Kebijakan Hilirisasi Jokowi Hanya Menguntungkan Cina
Ekonom senior Faisal Basri menuding program hilirisasi nikel yang didorong Presiden Joko Widodo hanya menguntungkan Cina. Namun, tudingan tersebut dibantah Plt. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Martim Kemenko Maritim dan Investasi Mochammad Firman.
Keduanya hadir dalam acara Kajian Tengah Tahun atau KTT 2023 INDEF di Hotel Aryaduta, Jakarta pagi ini, Selasa (8/8). Dalam acara itu, Faisal mengatakan hilirisasi nikel yang digalakan Jokowi justru memberi untung besar ke Cina alih-alih bagi Indonesia.
Faisal mengkritik kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi alih-alih menyiapkan strategi mendorong industrialisasi. Ia menekankan, hilirisasi dan industrialisasi adalah dua hal berbeda . Menurut Faisal, produk hilirisasi nikel hanya mendukung indistrialisasi di Cina. Ini karena produknya mayoritas dikirim ke negara tersebut.
Hal yang sama juga berlaku pada produk hilirisasi besi dan baja. Meski nilai ekspornya naik, mayoritas masih dalam bentuk produk turunan bernilai tambah rendah dan bukan produk yang rumit.
"Dan sungguh hilirasasi itu kita tidak dapat banyak, maksimum 10%, sisanya 90% lari ke Cina," kata Faisal.
Selain itu, program perusahaan semacam CSR atau membangun sekolah tak memberikan dampak besar yang diharapkan dari hilirisasi. Pemerintah dapat membangun sekolah sendiri tanpa menunggu dana CSR perusahaan.
Di sisi lain, menurut dia, perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan banyak keuntungan dari kebijakan hilirisasi karena tidak membayar pajak bertahun-tahun lewat kebijakan tax holiday. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah mengkaji ulang pemberian diskon pajak tersebut.
"Jadi ngeri, ini negara berdaulat atau tidak, modalnya dari mereka, 100% keuntungnya lari ke Cina, apa yang didapatkan Indonesia? Yang bangun sekolah itu?," ujarnya.
Menanggapi Faisal, Firman menyebut, puluhan juta ton bijih nikel dikirim ke luar negeri setiap tahun sebelum adanya kebijakan hilirisasi. Ekspor tersebut sejak dulu mayoritas dikirim ke Cina, bukan hanya saat ini.
Selain itu, menurut dia, kebijakan hilirisasi produk tambang telah mendongkrak ekspor. Nilai ekspor produk hilirisasi nikel saat ini sudah naik lebih dari enam kali lipat dibandingkan delapan tahun lalu saat masih ekspor produk mentah bijih nikel.
"Ketika kita ekspor bijih nikel yang diekspor benar-benar tanah yang kandungan nikelnya kurang dari 2%. Sehingga ketika bicara ekspor bijih nikel, benar-benar yang diekspor tanah air kita, itu yang kita lakukan selama ini bertahun-tahun," kata Firman.