Deretan Negara yang Mulai Pangkas Suku Bunga, Tak Termasuk Indonesia

Agustiyanti
30 Agustus 2023, 11:39
amerika serikat, the fed, suku bunga, suku bunga AS
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Ilustrasi. Bank Sentral Amerika Serikat kemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan bulan depan untuk menekan laju inflasi.

Bank Sentral Amerika Serikat kemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan bulan depan untuk menekan laju inflasi yang masih tinggi.Meski demikian, sejumlah negara mulai melakukan langkah sebaliknya, yakni menurunkan suku bunga demi menggairahkan perekonomian. 

Kemungkinan Amerika masih menaikkan suku bunga diungkapkan Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell dalam Simposium Kebijakan Ekonomi tahunan Jackson Hole pekan lalu. Ia mengatakan, The Fed kemungkinan masih perlu menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi yang masih terlalu tinggi.

Powell berjanji untuk mengeluarkan kebijakan suku bunga secara hati-hati pada pertemuan mendatang. Ia akan melihat kemajuan yang telah dicapai Amerika Serikat dalam mengurangi tekanan harga serta risiko terhadap perekonomian AS. 

“Kami akan hati-hati memutuskan apakah akan melakukan pengetatan lebih lanjut atau, sebaliknya, mempertahankan tingkat kebijakan tetap konstan dan menunggu data lebih lanjut,” kata Powell dalam pidatonya. 

Pidato Powell pekan lalu memperkuat ekspektasi pasar terkait kemungkinan kenaikan bunga AS lebih lanjut pada bulan depan. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bahkan melihat peluabg The Fed menaikkan suku bunga hingga 50 bps pada bulan depan. 

BI memperkirakan suku bunga AS hanya akan naik satu kali lagi pada tahun ini, yakni pada September. Namun, menurut Perry, terdapat peluang The Fed menaikkan suku  bunga hingga dua kali demi meredam inflasi. 

Inflasi Amerika Serikat pada Juli 2023 tercatat 3,2% secara tahunan, telah turun signifikan dibandingkan puncaknya yang sempat mencapai 9% pada tahun lalu. Namun, realisasi inflasi tersebut masih cukup jauh di atas target The Fed sebesar 2%. 

Meski The Fed berencana menaikkan suku bunga, Bank Indonesia tak memiliki rencana untuk mengikuti langkah serupa dengan The Fed. Perry beberapa kali mengatakan, BI memiliki instrumen lain dalam mengendalikan inflasi dan menjaga rupiah selain instrumen suku bunga. Kendati demikian, BI belum memberikan sinyal akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Hal ini berbeda dengan sejumlah negara yang sudah mengambil kebijakan berlawanan dengan The Fed. Berikut daftarnya:

  1. Cina

    Bank Sentral China (PBOC) telah memangkas suku bunga sebanyak dua kali dalam tiga bulan terakhir. Penurunan suku bunga dilakukan untuk menggairahkan ekonomi yang lesu, terlihat dari indeks harga konsumen yang mengalami deflasi pada Juli, pertama kalinya sejak 2021. 

    Penurunan suku bunga dilakukan PBOC untuk fasilitas jangka menengah satu tahun atau yang dikenal MLF sebesar 15 bps dari 2,65% pada Juli menjadi 2,50% pada bulan ini.

  2. Brasil

    Brasil memulai siklus penurunan suku bunga untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir pada awal bulan ini. Bank Sentral Brasil memangkas suku bunga hingga 50 bps menjadi 13,25% dan memberikan sinyal penurunan akan berlanjut pada bulan-bulan mendatang karena inflasi yang mulai terkendali. 

    Negara Amerika Latin ini sebelumnya menaikkan suku bunga mencapai 11,75% sejak tahun lalu untuk melawan inflasi, yang merupakan pengetatan moneter paling agresif di dunia.

  3. Hongaria 

    Bank sentral Hongaria, National Bank of Hungary, mengumumkan penurunan yang signifikan dalam suku bunga untuk simpanan overnight dan swap valuta asing sebesar 100 bps pada Selasa (29/8). Kebijakan ini ditujukan memperkuat ekspektasi inflasi, dan memastikan jalur berkelanjutan menuju target inflasi.

    Namun demikian, suku bunga dasar, yang merupakan acuan utama bank sentral, tetap tidak berubah pada angka 13%. Keputusan ini mencerminkan sikap hati-hati di tengah perlambatan perekonomian global dan potensi tekanan inflasi.

    Inflasi melambat di Hongaria pada Juli dari 20,1% secara tahunan pada Juni menjadi 17,6%. Hal ini terutama disebabkan oleh melambatnya dinamika harga makanan olahan dan produk industri.

 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...