Presiden Bank Dunia: Indonesia adalah Mitra Terbesar Bidang Kesehatan
Bank Dunia telah memberi pendanaan di bidang kesehatan pada Indonesia senilai US$ 2,6 miliar atau sekitar Rp 39 triliun hingga Juni 2023. Angka ini meningkat dari jumlah pendanaan pada 2019 yang senilai US$ 150 juta.
Secara global, ini adalah portofolio terbesar Bank Dunia di bidang kesehatan dan nutrisi. “Tidak hanya mitra terbesar kami, tapi bisa berpotensi naik dua kali lipat,” kata Presiden Bank Dunia Ajay Banga di Serdang Kulon, Tangerang, Banten Kamis (7/9).
Kenaikan biaya kesehatan itu dapat terjadi asalkan seluruh rencana Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendapat persetujuan dewan dan pemerintah. "Dia memiliki cita-cita, dan kami ingin menjadi mitranya," ucap Banga.
Rinciannya adalah penguatan penanganan Covid senilai US$ 750 juta dan penguatan Jaminan Kesehatan Nasional alias JKN senilai US$ 400 juta. Ada juga program Indonesia-Supporting Primary Health Care Reform (ISPHERE) yang memberi pinjaman US$ 150 juta pada Indonesia. Ini adalah program penguatan sistem kesehatan dasar.
Selain itu, ada juga program Investing in Nutrition and Early Years alias INEY yang khusus menangani masalah tengkes alias stunting di Indonesia. Program INEY tahap pertama sudah berjalan dari 2018 hingga 2023 dengan total pendanaan US$ 400 juta.
Per 26 Juni lalu, Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia sepakat melanjutkan INEY ke tahap kedua, dari 2023 hingga 2028. Untuk INEY-2, sudah ada pendanaan US$ 600 juta dari salah satu grup Bank Dunia, yaitu Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan atau IBRD.
Seluruh pendanaan Bank Dunia tersebut bersifat soft loan yakni pinjaman jangka panjang dengan bunga rendah.
Ada pula dukungan tambahan untuk INEY-2, yakni hibah US$ 16 juta dari berbagai yayasan. Mulai dari Global Financing Facility for Women, Children, and Adolescents, kemitraan teknis dengan Bill and Melinda Gates Foundation dan Tanoto Foundation, dan dengan kontribusi tambahan yang diharapkan dari Gavi Alliance.
Prevalensi tengkes di Indonesia terus turun dari 2013. Bila dibandingkan, prevalensi tengkes pada 2018 mencapai 30,8% dan turun hingga 21,6% pada 2022 lalu. Pemerintah menargetkan pada 2024, prevalensi tengkes kian menurun hingga angka 14%, seperti dalam Databoks berikut: