Rupiah Terus Lesu ke 15.800, BI Sebut Lebih Baik dari Mata Uang Asia
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Hingga akhir perdagangan hari ini, Kamis (19/10), rupiah melemah 0,54% ke level 15.815.
Mengamati kondisi nilai tukar rupiah, Bank Indonesia (BI) menilai hal itu terjadi karena faktor eksternal, yakni posisi dolar AS yang terus menguat terhadap mata uang negara lain, termasuk rupiah.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) pada 18 Oktober 2023 tercatat berada di level 106,21 atau menguat 2,60% dibanding akhir 2022.
Perry menjelaskan menguatnya dolar AS memberikan tekanan depresiasi mata uang hampir seluruh mata uang dunia, seperti yen Jepang yang melemah 12,44%, dolar Australia 6,61%, dan euro 1,40%.
Tak hanya itu, mata uang kawasan juga terdepresiasi, di antaranya: ringgit Malaysia, baht Thailand, dan peso Filipina masing-masing 7,23%, 4,64% dan 1,73%.
“Dalam periode yang sama, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terdepresiasi 1,03%, relatif lebih baik dibanding depresiasi mata uang sejumlah negara di kawasan dan global tersebut,” ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (19/10).
Di samping intervensi di pasar valuta asing, BI juga mempercepat upaya pendalaman pasar uang rupiah dan pasar valas. Misalnya, optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan penerbitan instrumen-instrumen lain untuk meningkatkan mekanisme pasar. Hal ini dilakukan baik dalam meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik maupun menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.
“Koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha terus ditingkatkan dan diperluas untuk implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023,” ujar Perry.