Jepang Akhiri Era Suku Bunga Negatif, Apa Dampak ke Indonesia?
Bank sentral Jepang menaikkan suku bunga pada Selasa (19/3) untuk pertama kalinya sejak 2007, mengakhiri satu-satunya rezim suku bunga negatif di dunia. Perubahan-perubahan ini menandai perubahan bersejarah dan mewakili kemunduran paling tajam di tengah upaya pelonggaran moneter paling agresif di dunia.
“Kemungkinan inflasi mencapai target kami secara stabil semakin meningkat. Kemungkinan mencapai ambang batas tertentu yang dihasilkan dari keputusan hari ini,” kata Gubernur BOJ Kazuo Ueda seperti dikutip dari CNBC.
Meski mulai menaikkan suku bunga, Bank of Japan memastikan tidak akan memulai kenaikan suku bunga secara agresif. Menurut Ueda, BOJ akan mempertahankan kondisi keuangan yang akomodatif untuk saat ini.
BOJ menaikkan suku bunga jangka pendeknya menjadi sekitar 0% hingga 0,1% dari -0,1%. Pemerintah juga menghapuskan kebijakan pengendalian kurva imbal hasil atau yield curve control yang radikal pada obligasi negara Jepang. Kebijakan ini digunakan oleh bank sentral untuk menargetkan suku bunga jangka panjang dengan membeli dan menjual obligasi sesuai kebutuhan.
Meski demikian, bank sentral akan terus membeli obligasi pemerintah denagan jumlah yang sama seperti sebelumnya yang saat ini mencapai 6 triliun yen atau setara Rp 724 triliun per bulan.
Mengurangi pembelian aset dan pelonggaran kuantitatif, BOJ mengatakan akan berhenti membeli dana yang diperdagangkan di bursa dan dana investasi real estate Jepang (J-REITS). Mereka juga berjanji untuk secara perlahan mengurangi pembelian surat berharga dan obligasi korporasi, dengan tujuan menghentikan praktik ini dalam waktu sekitar satu tahun.
“Untuk masa depan, pada suatu saat kami akan mengurangi neraca kami mengingat kami telah mengakhiri pelonggaran moneter yang luar biasa. Tapi kami belum bisa menentukan kapan hal itu akan terjadi,” kata Ueda.
Dampak Kenaikan Suku Bunga Jepang ke Indonesia
Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai, berakhirnya kebijakan suku bunga negatif Jepang dalam jangka pendek belum banyak memberikan pengaruh terhadap Indonesia. Namun dalam jangka menengah, menurut dia, kebijakan ini dapat memengaruhi aliran portofolio modal.
"Jika tren suku bunga terus meningkat, bisa mempengaruhi aliran modal ke aset portofolio karena selama ini banyak investor yang menggunakan suku bunga murah mata uang Jepang untuk berinvestasi di Indonesia yang imbal hasilnya lebih menarik," kata dia.
Adapun terkait dampaknya ke kebijakan suku bunga BI hari ini, menurut David, tak akan banyak mempengarui. Menurut dia, BI lebih melihat arah kebijakan moneter Amerika Serikat dibandingkan Jepang.
The Fed tengah menggelar pertemuan yang akan menentukan arah suku bunga pada 19-20 Maret 2024 waktu setempat. Investor tengah menanti rencana penurunan suku bunga yang akan ditempuh bank sentral Amerika tersebut.