Neraca Perdagangan Maret 2024 Diprediksi Surplus Imbas Pemulihan Cina
Para ekonom memperkirakan neraca perdagangan sepanjang Maret 2024 akan surplus akibat membaiknya kondisi perekonomian Cina. Neraca perdagangan juga akan dipengaruhi oleh Ramadan dan Idul Fitri.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan neraca perdagangan RI akan surplus US$ 1,63 miliar pada Maret 2024, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar US$ 867 juta. Kendati demikian angka tersebut masih di bawah rata-rata tiga tahun.
Tren penurunan surplus ini terutama disebabkan oleh normalisasi harga komoditas yang sedang berlangsung.
“Kami mengantisipasi peningkatan ekspor bulanan karena ekonomi Tiongkok meningkat setelah berakhirnya liburan Tahun Baru Imlek di Cina,” ujar Josua kepada Katadata, Senin (22/4).
Adapun kinerja ekspor bulanan (month on month/mom) diperkirakan naik sekitar 8,05% namun mengalami penurunan sebesar 10,91% secara tahunan (year on year/yoy). Peningkatan laju ekspor bulanan didorong oleh akselerasi ekonomi Cina, mitra dagang terbesar Indonesia, setelah liburan panjang tahun baru Imlek di Februari.
Selain itu, harga CPO meningkat selama bulan Ramadan karena lonjakan permintaan domestik dari negara-negara pengekspor utama.
Sementara impor Maret 2024 diperkirakan mengalami kontraksi sekitar 6,60% secara tahunan. Namun secara bulanan, diperkirakan akan terjadi peningkatan impor sebesar 4,28%.
Tren kenaikan ini terkait dengan peningkatan permintaan selama bulan Ramadan dan peningkatan impor bahan bakar menjelang libur panjang Idul Fitri.
“Selain itu, harga minyak global naik di bulan Maret, didorong oleh permintaan global yang relatif lebih kuat dibandingkan dengan yang diantisipasi sebelumnya,” ujarnya.
Kepala Ekonom Bank Permata, Andry Asmoro memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 mencapai US$ 1,57 miliar atau meningkat US$ 870 juta dari Februari 2024. Peningkatan ini sejalan dengan normalisasi aktivitas impor setelah periode Ramadan dan Idul Fitri 2024 .
Adapun ekspor RI diperkirakan akan menurun 9,63% secara tahunan (yoy) akibat perdagangan yang masih lemah. Selain itu, permintaan masih stagnan akibat perekonomian global yang lemah.
“Kami mengantisipasi berlanjutnya penurunan ekspor karena masih lemahnya permintaan, terutama dari negara-negara mitra dagang akibat perlambatan perdagangan global yang sedang berlangsung,” ujar Andry.
Sementara itu, impor diperkirakan turun 4,86% secara tahunan pada Maret 2024. Andry mengatakan, impor kemungkinan akan kembali normal setelah tingginya periode impor menjelang lebaran. Hal itu terjadi baik pada impor minyak mentah maupun barang nonmigas seperti barang konsumsi dan barang modal