Bappenas: Kesenjangan Pembiayaan Berkelanjutan Global Capai US$ 4 T

Ferrika Lukmana Sari
24 April 2024, 13:21
Bappenas
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (tengah) mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komite IV DPD di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/3/2024). RDP tersebut membahas Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025 - 2045, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025 - 2029, dan Rencana Kerja Pemerintah 2025.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkapkan, bahwa kesenjangan pembiayaan berkelanjutan menjadi tantangan yang mendesak.

Khususnya, pembiayaan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) global menjadi tantangan mendesak bagi seluruh negara. Tercatat, kesejangan pembiayaan TPB/SDGs global mencapai US$ 4 triliun per tahun.

Hal ini disampaikan Suharso dalam rangkaian pertemuan Economic and Social Council Financing for Development Forum 2024 (FfD Forum) yang digelar di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 22-25 April 2025.

Menurut Suharso, Indonesia belum mendapatkan komitmen apapun walau sudah enam tahun menuju garis finis TPB/SDGs

"Dengan kesenjangan pembiayaan TPB/SDGs, pembiayaan iklim dan komitmen Official Development Assistance tetap belum terpenuhi, maka menutup kesenjangan pembiayaan tentu menjadi salah satu tantangan mendesak bagi kita semua,” kata Suharso dalam keterangan resmi dikutip Kamis (24/4).

Pada sesi general debate, Indonesia memaparkan sejumlah solusi konkret untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan pembangunan berkelanjutan. Dengan meningkatkan implementasi mekanisme dan instrumen pembiayaan dalam seluruh tingkatan.

Kedua, mereformasi arsitektur finansial internasional untuk mencapai tujuan pembangunan global dengan kolaborasi erat antara pembuat kebijakan PBB dan institusi keuangan internasional, khususnya terkait peningkatan kapasitas pemberian pinjaman dan pembiayaan yang bersifat concessional.

Selain itu, melalui peningkatan representasi negara berkembang, termasuk kemajuan reformasi pajak internasional, penanganan krisis utang, dan peningkatan sistem peringkat kredit.

“Ketiga, melampaui pendekatan business as usual dan mengadopsi inovasi pembiayaan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan secara lebih cepat,” ujarnya.

Sistem Pembiayaan Inovatif Dunia

Indonesia turut mencontohkan sejumlah praktik, baik dari sistem pembiayaan inovatif yang menjadi kunci dalam isu kesenjangan pembiayaan, seperti penerbitan surat obligasi biru pemerintah yang ditawarkan kepada publik untuk pertama kalinya di dunia (obligasi TPB/SDGs pertama di Asia) dan sukuk hijau.

Dia mengatakan, Global Blended Finance Alliance (GBFA) merupakan aliansi untuk mendorong solusi mengatasi isu keterbatasan pembiayaan pembangunan berkelanjutan melalui pembiayaan campuran.

“Kami mengundang negara-negara anggota untuk bergabung dengan GBFA. Hanya dengan memupuk kolaborasi, kita dapat mengatasi tantangan bersama. Indonesia siap untuk berkontribusi dalam upaya percepatan SDGs,” ujarnya.

Sebagai diketahui, kehadiran FfD Forum bertujuan untuk meninjau implementasi komitmen Addis Ababa Action Agenda, pembiayaan TPB/SDGs, serta Paris Agreement yang disepakati di 2015 untuk mencapai ekonomi yang lebih makmur dan berkelanjutan.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...