Gubernur BI Ungkap Alasan Nilai Tukar Rupiah Cenderung Melemah
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dipanggil Presiden Jokowi hari ini untuk melaporkan perkembangan nilai tukar rupiah. Dalam pertemuan tersebut ia menyebut faktor global dan domestik menjadi penyebab turunnya nilai tukar rupiah.
Di sisi lain ia menyampaikan keyakinan bahwa secara fundamental nilai rupiah akan meningkat. Menurut Perry terdapat beberapa faktor yang bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Ia mengatakan faktor global pertama adalah Suku Bunga The Fed yang masih belum jelas akan turun berapa kali tahun ini. Perry memperkirakan hanya akan ada penurunan sekali, yakni pada akhir tahun. Di sisi lain, suku bunga obligasi pemerintah Amerika Serikat naik dari 4,5% menjadi 5% karena membiayai utang di AS.
“Demikian juga bank sentral Eropa sudah mulai menurunkan suku bunga. Nah, ini yang menyebabkan kenapa sentimen-sentimen global ini memberi dampak kepada nilai tukar,” ujar Perry pada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6).
Sementara itu, sentimen dalam negeri sebenarnya sudah kerap terjadi tiap tahun. Perry mengatakan ada kenaikan permintaan dari perusahaan dalam triwulan kedua tahun ini. Hal ini biasa karena biasanya korporasi melakukan repatriasi dividen di rentang waktu ini.
Repatriasi dividen adalah aksi membagikan dividen sejumlah perusahaan asing yang menanamkan modal di Indonesia kepada pemegang saham di luar negeri. Aksi ini mengakibatkan modal lari ke luar negeri atau ada capital outflow. Menurut Perry, aksi ini biasanya sudah tidak akan berlangsung lagi di triwulan ketiga.
“Dan juga yang terakhir ini tadi disampaikan Bu Menteri (Sri Mulyani) masalah persepsi survivabilitas rupiah ke depan yang membuat sentimen menekan nilai tukar rupiah,” kata Perry.
Hingga sore hari ini (20/6), nilai tukar dolar terhadap rupiah berada di angka Rp 16.472 per dolar Amerika Serikat. Angka ini kian merangkak naik seminggu belakangan.
Ekonom khawatir pelemahan rupiah berpotensi menimbulkan efek domino. Mulai dari memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 hingga PHK.
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai, pelemahan nilai tukar rupiah bisa menekan industri nasional jika bahan baku mereka dari luar negeri.