Bentuk Family Office, RI Incar Dana Orang Kaya hingga Rp 8.160 Triliun
Pemerintah memproyeksi pengelolaan dana orang kaya dari family office bisa mencapai US$ 500 miliar dalam beberapa tahun ke depan. Nilai ini setara Rp 8.160 triliun (kurs: Rp 16.321 per dolar AS).
Family office adalah perusahaan swasta yang dirancang untuk mengurus dan mengelola kekayaan individu atau keluarga konglomerat. Biasanya, klien family office memiliki kekayaan lebih dari US$ 50 juta - US$ 100 juta.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mencatat jumlah tersebut merupakan 5% dari total dana yang dimiliki perusahaan keluarga atau family office di dunia sebesar US$ 11,7 triliun.
"Kalau kita lihat kemarin yang dipresentasikan total family office ini mencapai US$ 11,7 triliun dana yang dikelola. Kalau Indonesia bisa menarik 5% saja, kita bicara angka US$ 500 miliar itu cukup besar dalam beberapa tahun ke depan," kata Sandiaga di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (1/7).
Sandiaga menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo menginstruksikan pembentukan tim khusus yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengkaji skema investasi family office ini di Indonesia.
Kajian yang dilakukan dalam satu bulan ke depan itu akan membahas soal regulasi dan potensi, serta banyaknya permintaan dari komunitas family office di dunia yang menginginkan skema tersebut dapat diterapkan di Bali.
"Sudah dipikirkan dari segi potensi, regulasi dan akan dibentuk tim khusus untuk mengkaji ini dan diharapkan kita bisa juga menawarkan seperti Singapura, Dubai, Hong Kong, ada daya tarik dari pengelolaan dana berbasis keluarga ini di Indonesia," kata Sandi.
Kemudahan Pelayanan dan Perizinan
Menurut Sandi, skema family office ini akan memberikan kemudahan pelayanan dan perizinan bagi klaster keuangan keluarga besar untuk menanamkan dananya di Indonesia.
Ia menilai bahwa skema ini menjadi peluang bagi penanaman modal di dalam negeri karena banyak family office atau perusahaan yang dimiliki keluarga di Indonesia yang menempatkan pengelolaan dananya justru di luar Indonesia.
"Kalau kita sebut ini low hanging fruits. Jadi quick wins-nya adalah perusahaan-perusahaan yang dimiliki keluarga Indonesia untuk mengelola investasinya bukan di luar Indonesia, tetapi di Indonesia," katanya.
Penerapan skema family office ini, kata Sandi, hanya memerlukan penyesuaian regulasi, karena sudah memiliki daya tarik dalam hal investasi, tidak hanya di aset finansial, tetapi juga investasi pada ekonomi hijau, serta filantropi.
Sandi menambahkan bahwa skema family office ini bisa menjadi peluang dana tambahan, sehingga tidak menjadi sebuah keharusan bagi pemilik perusahaan keluarga.