Studi Indef: Kebijakan Efisiensi Anggaran Turunkan Konsumsi Jelang Lebaran


Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan efisiensi anggaran yang diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto berdampak kepada tekanan konsumsi menjelang Lebaran 2025.
Padahal, biasanya, momen mudik memicu banyak pergerakan ekonomi, mulai dari pembelian makanan, minuman, bahan bakar, hingga pariwisata. "Efisiensi anggaran menekan lonjakan konsumsi hampir di semua provinsi,” kata Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M Rizal Taufikurahman dalam diskusi daring, Rabu (19/3).
Dalam studi yang menggunakan perhitungan model computable general equilibrium (CGE), Indef membandingkan data dampak mudik ke perekonomian pada tahun lalu dengan tahun ini di tengah efisiensi anggaran belanja negara.
Hasilnya, tingkat konsumsi rumah tangga di semua provinsi akan turun pada Idulfitri 2025. Penurunan terbesar terjadi di Banten yang mencapai 1,4%.
“Ini artinya apa? Artinya bahwa hampir setiap daerah konsumsinya tertahan. Akibat apa? Tentu saja dengan adanya (penurunan) daya beli,” ujar Rizal.
Dia menjelaskan, konsumsi rumah tangga tertahan karena dana transfer daerah yang mencapai Rp 50,59 triliun dipangkas. Hal ini menyebabkan peredaran uang di daerah juga terpengaruh.
Dalam studi tersebut, Rizal menyebut Pulau Jawa mengalami penurunan tingkat konsumsi secara signifikan. Terlebih sebanyak dua pertiga penduduk berada di pulau tersebut. Lalu secara tahunan, Indef memperkirakan konsumsi rumah tangga akan turun 0,814% akibat efisiensi tersebut.
Ketimpangan Peredaran Uang Makin Lebar
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengungkapkan ada potensi ketimpangan peredaran uang makin lebar saat masa mudik dan Idulfitri.
Secara geografis, Hidayat mengatakan daerah dengan perputaran uang tertinggi selama Lebaran umumnya berada di wilayah yang menjadi tujuan mudik seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. “Daerah ini tidak hanya menerima pemudik dari Jakarta dan kota besar lain, tetapi juga menjadi pusat distribusi belanja kebutuhan Lebaran,” ucapnya.
Sayangnya, penurunan jumlah pemudik akan berdampak lebih besar pada daerah-daerah ini. Kementerian Perhubungan memproyeksikan sebanyak 146,48 juta jiwa akan melakukan pergerakan selama Libur Lebaran 2025. Angka pemudik ini turun 24,33% dibandingkan hasil survei libur Lebaran tahun lalu sebanyak 193,6 juta orang.
Di luar Jawa, yakni Sumatra, terutama Lampung dan Sumatra Utara, serta Sulawesi Selatan juga termasuk wilayah dengan sirkulasi uang tinggi selama Lebaran. Namun, daerah dengan basis ekonomi lokal kuat seperti Bali dan Yogyakarta mungkin lebih tahan banting karena aktivitas pariwisata atau konsumsi domestik yang tidak sepenuhnya bergantung pada pemudik.
“Sebaliknya, daerah yang bergantung pada remittance THR (tunjangan hari raya) dari perantau, seperti Nusa Tenggara Timur atau sebagian Kalimantan, berisiko mengalami penurunan daya beli masyarakat,” ucap Hidayat.